Senin, 21 Januari 2013

Informasi salon Plus Bandung dan sekitarnya

Posting kali ini dalam artikel berjudul  : Informasi salon Plus Bandung dan sekitarnya
selamat membaca dan menikmati semoga bisa
menambah semangat sobat2 menghadapi hari demi hari....

Untuk sementara waktu artikel tentang :  Informasi salon Plus Bandung dan sekitarnya
sedang kami edit ulang untuk kepuasan smua pengunjuang blog.
setelah lengkap dan akurat segera kami posting kembali
artikelnya, trims sebelumnya

Untuk pengganti sementara artikel yang sobat2 cari, admin ganti
dengan cerita plus dibawah ini ya...
semoga ceritanya bisa menghibur sobat-sobat...


Bercinta Dengan PerawanShanti baru saja selesai menyapu lantai. Dan sekarang ia berniat mencuci piring
kotor. Ia berjalan masuk kedalam dapur dan mendapati Mbak Tuti sedang membenahi
peralatan dapur. Pada jam seperti ini restoran tempat mereka bekerja sudah sepi.
Hari ini giliran Shanti yang harus pulang lambat karena ia harus merapikan
restoran untuk buka nanti malam. Begitulah keadaan restoran dikota kecil, pagi
buka sampai jam 3 sore lalu tutup dan buka kembali jam 7 malam. Shanti tahu ia
tak akan sempat pulang karena ia harus bekerja merapihkan tempat itu bersama
Tuti.

Shanti adalah seorang gadis yang cantik dan ramah. Usianya sudah 17 tahun dan ia
tak dapat lagi meneruskan sekolahnya karena orang tuanya tidak mampu. Wajahnya
oval dan sangat bersih, kulit gadis itu kuning langsat. Mata Shanti bersinar
lembut, bibirnya kemerahan tanpa lipstik. Shanti mempunyai rambut yang panjang
sampai dadanya, berwarna hitam, tubuhnya seperti layaknya gadis kampung
seusianya. Buah dada Shanti membusung walaupun tidak dapat dikatakan besar namun
Shanti memiliki pantat yang indah dan serasi dengan bentuk tubuhnya. Pendek kata
Shanti seorang gadis yang sedang tumbuh mekar dan selalu dikagumi setiap pemuda
dikampungnya.

Tuti seorang wanita yang sudah berusia 32 tahun. Ia seorang janda ditinggal
cerai suaminya. Sudah 3 tahun Tuti bercerai dengan suaminya karena laki-laki itu
main gila dengan seorang pelacur dari Jawa Tengah. Tuti bertubuh montok dan
bahenol. Semuanya serba bulat dan kencang, wajahnya cukup manis dengan rambut
sebahu dan ikal. Bibir Tuti sangat menggoda setiap laki-laki, walaupun hidungnya
agak pesek. Kulit Tuti berwarna coklat tua karena ia sering ke pasar dan ke
sawah sebagai buruh tani kalau sedang musim tanam atau panen. Tuti dulunya
adalah seorang pelacur daerah Tretes, Jawa Timur.

Dulu uang begitu gampang diperoleh dan laki-laki begitu gampang dipeluknya,
sampai akhirnya hukum karma membuat ia menjanda karena sesama teman seprofesinya
juga. Banyak orang dikampung yang diam-diam mengetahui sejarah kelam Tuti dan
banyak juga yang mencoba hendak memanfaatkan dia. Tapi selama ini Tuti terlihat
sangat cuek dan sinis terhadap orang-orang yang menggodanya. Buah dada Tuti
besarnya bukan main, sering ia merasa risih dengan miliknya sendiri. Tapi ia
tahu buah dadanya menjadi buah-bibir baginya. Dan sedikit banyak ia juga bangga
dengan buah dadanya yang besar dan kenyal itu. Tuti juga memiliki pantat yang
besar dan indah, nungging seperti meminta.. Tubuh Tuti sering menjadi mimpi
basah para pemuda dikampungnya.

“Shan, kamu sudah punya pacar belum?” Tiba Tuti berjongkok didepan Shanti dan
mulai membantu gadis itu mencuci piriong-piring kotor. Shanti terkikik dan
menggeleng.
“Belum tuh”
“Lho? Gadis secantik kamu pasti banyak yang naksir” kata Tuti sambil memandang
Shanti. Shanti tertawa lagi.
“Payah.?? semuanya mikir kesitu melulu” Jawab Shanti.
“Memang.?? laki-laki itu kalau melihat perempuan pikirannya langsung ingin ngewe”
kata Tuti tanpa merasa risih berkata kasar.
“Ah Mbak, jangan suka ngomong gitu ah” timpal Shanti.
“Kan nggak ada yang dengar ini” Jawab Tuti. Mereka terdiam lama.
“Mbak.. ” suara Shanti menggantung. Tuti terus mencuci.
“Mmm?” Jawab wanita itu.
“Ngg..”
“Ngomong aja susah banget sih” Tuti mulai hilang sabar. Shanti menunduk.
“Ngg.. Anu.. Ngewe itu enak nggak sih?” Akhirnya keluar juga. Tuti memandang
gadis itu.
“Yaa.. Enaak banget Shan, apalagi kalo yang ngewein kita pinter” jawab Tuti
seenaknya.
“Maksud Mbak?” Shanti penasaran.
“Iya pinter.. Bisa macam-macam dan punya kontol yang keras!” kata Tuti sambil
terkikik. Shanti merah padam mendengarnya. Tapi gadis itu makin penasaran.
“Bisa macam-macam apa sih, Mbak?” tanya Shanti.

Tuti memandangnya sambil menimbang. Ah.. Toh nanti gadis kecil ini harus tahu
juga. Dan Shanti sungguh cantik sekali, sekilas mata Tuti tertumbuk pada posisi
Shanti yang sedang berjongkok. Tuti melihat gadis itu mengangkang dan terlihat
celana dalam gadis itu berwarna coklat muda.

“Macam-macam seperti tempik kita diciumin, dijilat bahkan ada yang sampai mau
ngemut tempik kita lohh..” jawab Tuti.

Entah kenapa Tuti merasa sangat terangsang dengan jawabannya dan darahnya
mendidih melihat selangkangan Shanti yang bersih serta mulus.

“Idiih.. Jorok ihh.. Kok ada yang mau sih?” Shanti sekarang melotot tak percaya.
“Lho.. Banyak yang doyan ngemut memek Shan. Ngemut kontol juga enak banget kok”
jawab Tuti masih terus melihat selangkangan Shanti.
“Astaga.. Masak anunya lelaki diemut?” Shanti merasa aneh dan jantungnya
berdebar, ia merasa ada aliran aneh menjalar dalam dirinya. Gadis itu tidak
mengerti bahwa ia terangsang.
“Oh enak banget Shan, rasanya hangat dan licin, apalagi kalo ehm.. Ehmm.. “
“Kalo apa Mbak?” Shanti makin penasaran. Tuti merasa melihat bagian memek Shanti
yang tertutup celana dalam krem itu ada bercak gelap, tapi Tuti tidak yakin.
“Yaa.. Malu ahh..!” Tuti sengaja membuat Shanti penasaran.
“Ayo doong Mbak” rengek Shanti.

Tuti sekarang yakin bahwa memek gadis itu sudah basah sehingga terlihat bercak
gelap di celana dalamnya. Tuti sendiri merasa sangat terangsang melihat
pemandangan itu.

“Kalo pejuhnya menyembur dalam mulut kita, rasanya panas dan asin, lengket tapi
enak banget!” bisik Tuti didekat telinga Shanti. Shanti membelalakkan matanya.
“Apa itu pejuh?” tanyanya. Tuti merasa tidak tahan.
“Pejuh itu seperti santan yang sering bikin memek kita basah lho” Jawab Tuti. Ia
melihat bagian memek Shanti makin gelap, wah gadis ini banjir, pikir Tuti.
“Idiihh amit-amit, jorok banget sih”
“Lho kok jorok? Laki-laki juga doyan banget sama santan kita, apalagi kalo memek
kita harum, tidak bau terasi”
“Idiihh Mbak saru ah!”
“Tapi aku yakin memek kita pasti wangi, soalnya kita kan minum jamu terus”
“Udah ah, lama-lama jadi saru nih” kata Shanti. Tuti tertawa.
“Kamu udah banjir yaa?” goda Tuti. Shanti memerah, buru-buru ia merapatkan kedua
kakinya.
“Ahh.. Mbaakk!!” Tuti tersenyum melihat Shanti melotot.
“Nggak usah malu, aku sendiri juga basah nih” Kata Tuti.

Ia lalu membuka kakinya sehingga Shanti bisa melihat celana dalam putih dengan
bercak gelap di tengah, Shanti terbelak melihat bulu-bulu kemaluan Tuti yang
mencuat keluar dari samping celana dalamnya, lebat sekali, pikirnya.

“Ihh.. Mbak jorok nih” desis Shanti. Tuti terkekeh.
“Mau merasakan bagaimana tempik kamu diemut?” bisik Tuti. Shanti berdebar.
“Ngaco ah!”
“Aku mau emutin punya kamu, Shan?” Tuti mendekat. Shanti buru-buru bangun dan
mundur ketakutan. Tuti tertawa.
“Kamu akan bisa pingsan merasakannya” bisik Tuti lagi.
“Ogah ah.. Udah deh.. Jangan nakut-nakutin akhh” Shanti mundur mendekati pintu
kamar mandi dan Tuti makin maju.
“Nggak apa-apa kok.. Cuman diemut aja kok takut?”
“Masak Mbak yang ngemut?”
“Iya.. Supaya kamu tahu rasanya”
“Malu ahh..”
“Nggak apa-apaa..” Tuti mendekat dan Shanti terpojok sampai akhirnya pantatnya
menyentuh bibir bak mandi.

Dan Tuti sudah meraba pahanya. Shanti merinding dan roknya terangkat ke atas,
Shanti memejamkan matanya. Tuti sudah berjongkok dan mendekatkan wajahnya ke
memek Shanti yang tertutup celana dalam. Tuti mencium bau memek Shanti, dan Tuti
puas sekali dengan harumnya memek Shanti. Dulu ia sering melakukan hal-hal
seperti ini, malah pernah ia bermain-main bersama 4 pelacur sekaligus untuk
memuaskan tamunya.

Tubuh Shanti gemetar dan seluruh bulu kuduknya meremang, gadis itu merasa suhu
tubuhnya meningkat dan perasaannya aneh. Tuti mulai menciumi memek Shanti yang
masih tertutup. Pelan-pelan tangannya menurunkan celana dalam Shanti dan Tuti
terangsang melihat cairan lendir bening tertarik memanjang menempel pada celana
dalam gadis itu ketika ditarik turun. Tuti menjulurkan lidahnya memotong cairan
memanjang itu dan lidahnya merasakan asin yang enak sekali. Memek Shanti sungguh
indah sekali, tidak terlihat bibir kemaluannya bahkan bulu-bulunya pun masih
halus dan lembut.

Tuti mencium dan mulai melumat memek Shanti. Gadis itu mengerang dan menggeliat-liat
ketika lidah Tuti menjalar membelai liang memeknya. Shanti benar-benar shock
dengan kenikmatan aneh yang dirasakannya, ada perasaan geli dan jijik, tapi ada
perasaan nikmat yang bukan alang kepalang. Gadis itu merasakan keanehan yang
belum pernah dirasakan sebelumnya. Bulu kuduknya berdiri hebat tatkala lidah
Tuti menyapu dinding memeknya, Shanti menggeliat-liat menahan perasaan nyeri
nikmat bagian bawah perutnya.

“Aahh.. Mbak.. Uuuhh.. Ssshh.. Ja.. Jangan mb.. Mbbak! Ji.. Jijikhh.. Aahh”

Tuti tidak memperdulikan rintihan dan erangan Shanti. Lidahnya bergumul dan
menembus liang memek Shanti dengan lembut, Tuti tahu Shanti masih perawan dan ia
tak ingin merusak keperawanan Shanti, lidahnya hanya menjulur tidak terlalu
dalam, namun Tuti sudah dapat merasakan cairan asin hangat yang mengalir
membasahi lidahnya dan Tuti mengendus-endus bau khas memek Shanti dengan sangat
menikmatinya. Tuti perlahan-lahan menyelipkan jari-jarinya kesela-sela bokong
Shanti, dengan lembut dan dibelai-belainya liang anus Shanti, dan Shanti sedikit
tersentak tapi kemudian menggelinjang geli, tapi Shanti membiarkan dirinya
pasrah terhadap Tuti. Ia percaya sepenuhnya pada Tuti dan sekarang ia benar-benar
merasakan kenikmatan yang selama ini belum pernah ia rasakan bahkan dalam
mimpipun!

“Enak Shan?” desah Tuti dengan mulut berlumuran lendir Shanti. Shanti memandang
ke bawah dan mengangguk, tubuhnya bergetar hebat, ia tak menyadari bahwa itu
yang dinamakan klimaks kenikmatan seorang perempuan. Tuti merasakan liang
memeknya berdenyut dan ia meraba serta menusuk-nusukkan jarinya sendiri keliang
memeknya dan merasakan cairan licin membasahi jarinya. Ia merintih dengan wajah
tersuruk di selangkangan Shanti, lidahnya kini menjulur dan membelai liang dubur
Shanti dan membuat gadis itu terlonjak-lonjak kegelian serta terpana mendapatkan
perlakuan yang tidak pernah dibayangkannya. Shanti merasa liang duburnya ditekan-tekan
oleh benda lunak dan sesekali terselip masuk kedalam dan ia akan terlonjak kaget
bercampur geli, tapi lebih banyak merasakan kenikmatannya.

Entah bagaimana awalnya, tapi kenyataannya Shanti dan Tuti telah saling memeluk
dalam keadaan telanjang bulat dilantai kamar mandi. Tuti mencium mulut Shanti,
mulanya gadis itu menolak tapi permainan jari-jemari Tuti diitilnya membuat
gadis itu mabuk kepayang dan kepalanya dipenuhi nafsu berahi yang memuncak
dashyat. Tuti melumat mulut Shanti dengan penuh nafsu, Shanti membalasnya dengan
malu-malu tapi mereka berdua memang saling melumat juga akhirnya. Terdengar
bunyi mulut mereka ketika lidah mereka saling mengait dan saling menghisap.
Shanti berkelojotan berkali-kali dan Tuti merasakan memeknya berdenyut-denyut
nikmat, ia membayangkan Shanti menjilati dan mengemuti kemaluannya.

Perlahan-lahan Tuti mulai menjilati leher gadis itu dan terus menciumi ketiak
Shanti, gadis itu menggelinjang kenikmatan dan makin mengerang keras ketika Tuti
mulai menghisap puting tetek Shanti. Perlahan Tuti menggeser posisinya sehingga
Shanti dapat membelai memeknya, tapi gadis itu hanya menggeliat saja. Tuti tidak
sabar, diambilnya tangan Shanti dan ditaruhnya di memeknya, Shanti mulai
membelai dengan canggung. Ketika jarinya tidak sengaja masuk keliang memek Tuti,
segera saja wanita itu memajukan pinggulnya dan memompa jari Shanti. Shanti
mulai mengerti dan ia mulai memainkan itil Tuti dan membuat wanita itu terlonjak-lonjak
nikmat.

Lalu perlahan Tuti sudah mengangkangi Shanti dan ia menciumi memek Shanti
kembali, lidahnya kembali menggumuli liang kemaluan gadis itu. Shanti kembali
merasakan terjangan gelombang kenikmatan manakala memeknya digumuli Tuti, Shanti
membiarkan wajahnya basah karena cairan memek Tuti berjatuhan, menetes dan
membentuk lendir panjang, tapi Shanti tidak berani menjilat lendir yang jatuh
dibibirnya. Ia memandang liang memek wanita itu dengan heran. Memek Tuti dengan
bibir tebal kehitaman, bulu kemaluan yang lebat bukan main tapi tidak menutupi
liang itu. Shanti melihat memek Tuti lain dengan miliknya. Dan memek itu makin
turun sehingga nyaris menyentuh hidungnya. Shanti mencium bau memek Tuti dan
dirasakannya sama baunya dengan memeknya.

Shanti menjerit tertahan ketika mencapai klimak, tanpa sadar ia menarik bokong
Tuti sehingga wajahnya terbenam dalam memek wanita itu, Shanti gelap mata, ia
menjulurkan lidahnya dan menggumuli liang penuh lendir bening itu. Shanti bahkan
menghisap lendir itu seperti kelaparan. Shanti mengemut itil Tuti yang besar dan
menonjol. Tubuh Tuti kaku seperti kayu dan bergetar hebat, pinggulnya kejang-kejang
merasakan orgasme yang luar biasa ketika itilnya dihisap dan dijilat Shanti.

Tuti menjerit keras dan ia menekan memeknya sehingga ia dapat merasakan hidung
Shanti terselip dibelahan liang memeknya dan ia menggoyang-goyangkan pinggulnya
maju mundur dan dirasakannya itilnya bergesekan dengan hidung Shanti dan gadis
itu malah menambahkan kenikmatan Tuti dengan menjulurkan lidahnya sehingga
setiap kali Tuti memajukan atau memundurkan pinggulnya selalu bergesekan dengan
lidah serta hidung Shanti. Tuti berkelojotan hebat sekali, ia meliuk-liuk
seperti menahan nyeri, matanya berputar sehingga menampakan putihnya saja dan
mulutnya mengeluarkan desahan kenikmatan.

“Shantii!! Aaarrgghh!!” Tuti merasakan bagian bawah perutnya nyeri dan ngilu.

Orgasme yang ternikmat yang pernah dirasakannya sejak ia meninggalkan dunia
hitamnya. Shanti merasa puas karena berhasil membuat Tuti menjerit-jerit minta
ampun karena kenikmatan. Shanti merasa, ternyata ia suka sekali dengan rasa dan
bau memek Tuti. Ia berpikir apakah memeknya juga seenak itu. Ia merasakan
hangatnya liang memek Tuti dan ia merasakan kasarnya bulu-bulu kemaluan Tuti
kala menggesek diwajahnya. Shanti tersenyum lemah karena lelah.

Tuti ambruk diatas tubuhnya dan Shanti membiarkan, dan gadis itu iseng membuka
pantat Tuti dan memperhatikan liang anus Tuti. Shanti melihat liang dubur Tuti
seperti bintang berwarna kehitaman dan sangat indah. Shanti penasaran, ia
mencium serta mengendus liang itu.. Tidak berbau apa-apa. Tuti diam saja
membiarkan Shanti berbuat sesukanya. Shanti menjulurkan lidahnya dan menyentuh
liang dubur Tuti dengan perlahan, kemudian ia menempelkan hidungnya lagi dan
merasakan kehangatan liang itu. Dan Shanti mulai menekan-nekan lidahnya ke liang
itu dan membuat Tuti menggelinjang geli.

“Aduh Shan, enak.. Terus Shan.. Jilat.. Jilat terus.. Ya.. Ya.. Aaakkhh..”

Tuti merasakan lidah Shanti kaku menusuk liang duburnya. Tuti bangkit lalu
berjongkok diatas wajah Shanti dan ia mulai menurun naikkan bokongnya sehingga
lidah Shanti yang kaku dirasakannya menembus sedikit kedalam liang duburnya.
Tuti menggeram pelan.. Shanti merasakan perasaan aneh ketika lidahnya melesak
masuk kedalam liang dubur Tuti, ia menyukai permainannya itu dan merasa senang
dengan apa yang diperbuatnya. Lidahnya tidak merasakan apa-apa, yang dirasakan
cuma perasaan anehnya saja.

Tuti tidak ingin Shanti terus melakukan untuknya. Ia menggulingkan Shanti
sehingga gadis itu terlentang, lalu kedua kakinya diangkat oleh Tuti sehingga
liang dubur gadis itu mencuat keatas wajahnya. Dijilatnya liang dubur Shanti
dengan rakus, lalu setelah licin oleh air liurnya dimasukkannya jarinya kedalam
liang itu. Shanti menggigit bibir, ia merasa mulas tapi sekaligus nikmat.

Kemudian dilihatnya Tuti mengeluarmasukkan jarinya lalu setelah beberapa lama
Tuti menjilati jari itu dengan nikmat, bahkan lidahnya terbenam jauh kedalam
liang duburnya. Shanti mengeluh, belum pernah itu membayangkan apalagi merasakan
perbuatan seperti itu, gadis itu mabuk kepayang dan sangat terangsang dengan
perbuatan Tuti. Ia merasa seolah-olah Tuti adalah pembersihnya, Shanti
memejamkan mata dan merasakan memeknya berdenyut mengeluarkan cairan.

Tuti benar-benar tergila-gila dengan perbuatannya itu, ia tidak pernah menjilat
liang dubur pria dan ia tak pernah ingin, tapi liang dubur Shanti begitu
merangsang, begitu lembut dan begitu nikmat. Tuti tidak mau membayangkan apa
yang biasa keluar dari lubang itu, ia cuma ingin merasakan lidahnya terjepit
diliang itu dan bagaimana rasanya. Ia tahu Shanti gadis yang sangat bersih, sama
dengan dirinya. Tuti tidak kuatir dengan hal itu. Yang diinginkannya saat ini
hanyalah membuat Shanti betul-betul puas dan dewasa. Tuti kemudian memompa liang
memek Shanti dengan lidahnya dan membuat gadis itu meraung-raung serta kejang-kejang.

“Mbaakk.. Sudah mbaakk.. Ampuunn.. Ooohh!!”

Shanti sudah tidak kuat lagi menanggung kenikmatan yang datangnya bertubi-tubi
melanda tubuh dan perasaannya. Ia menjambak rambut Tuti dan berusaha membuat
wajah itu jauh dari memeknya. Dan akhirnya mereka berbaring lelah dilantai kamar
mandi. Tuti memandang Shanti..

“Bagaimana? Sudah mau pingsan keenakan belum?” tanya Tuti. Shanti membuka
matanya dan memandang wanita itu.
“Bisa gila aku Mbak.. Aahh benar-benar bisa gila!” Desah Shanti. Tuti tersenyum.
“Mau lagi?”
“Jangan! Bisa semaput benaran aku nanti.. “
“Ya sudah tak mandikan yuk!” Kata Tuti.

Mereka bangkit dan kemudian saling memandikan. Sejak itu Shanti mengetahui apa
yang harus dilakukannya jika berahinya datang melanda. Kejadian pertama itu
membuatnya tahu apa sebenarnya yang dapat membuatnya nikmat dan puas. Shanti
belajar banyak dari Tuti. Dan ia memuja wanita itu.

Malam itu Shanti tidak dapat memejamkan matanya, ia teringat perbuatannya dengan
Tuti. Terbayang olehnya perbuatan Tuti terhadap dirinya, Shanti merasa seluruh
bulu ditubuhnya berdiri dan ia merasa agak demam. Ia mengeluh karena merasa
ingin sekali mengulangi lagi dengan wanita itu. Shanti bangun dan berjalan
kemeja kecil tempat ia biasa merias diri. Dikamar sebelah terdengar suara-suara
aneh, itu kamar Supriati, teman sesama kostnya.

Shanti mencoba mendengar, antara kamar dengan kamar hanya dibatasi dinding papan
tipis. Shanti kadang suka kesal dengan Supriati yang bekerja di pabrik karena
wanita itu suka menendang-nendang dalam tidurnya dan itu membuat Shanti kaget
setengah mati ditengah malam. Tapi suara sekarang lain, bukan suara yang keras,
suara yang samar-samar dan sepertinya ada suara lain, Shanti menempelkan
telinganya dan ia mendengar suara rintihan Supriati. Shanti berdebar, ini malam
minggu.. Biasanya pacar wanita itu suka datang menginap. Sedang apa mereka?

Shanti berjingkat keluar kamar. Di luar sepi sekali, sekarang sudah jam 1 pagi,
pasti Supriati sedang berasyik-asyik dengan pacarnya. Shanti tegang, ia berjalan
k ebalik kamar Supriati yang bersebelahan dengan ruang televisi. Shanti tahu
disana dindingnya tidak sampai atas dan dinding itu yang menyekat kamar Supriati.
Pelan-pelan Shanti naik keatas bangku, lalu naik lagi keatas lemari pendek dan
ia berjongkok disana. Ia ragu hendak berdiri, takut terlihat, tapi keingin
tahuannya membuatnya nekad. Dan pelan-pelan kepalanya menyembul dan pandangannya
menatap ke dalam kamar Supriati.

Penerangan kamar itu agak redup tapi Shanti bisa melihat dengan jelas Supriati
sedang ditindih oleh pacarnya! Supriati mengerang sambil menggeliat-geliat
menggoyang pinggulnya, kedua kakinya terlipat dan menekan pantat pacarnya.
Pacarnya menggenjot Supriati dengan cepat. Shanti merasa meriang, matanya
terbelalak dan tubuhnya gemetar. Laki-laki itu sedang meremas buah dada Supriati
dan wajah mereka menempel satu sama lainnya. Mereka sedang berciuman dengan liar.
Supriati menggumam dan melihat tangan Supriati meremas-remas pantat pacarnya
dengan keras. Shanti terangsang sekali, belum pernah ia melihat pemandangan
orang yang sedang bersetubuh dan sekarang ia merasa aneh, ia merasa perutnya
ngilu dan dengkulnya gemetar tak keruan.

Pacar Supriati berteriak tertahan dan mengangkat bokongnya. Shanti melihat
tangan Supriati masuk kebawah dan terlihatlah kontol yang besar sekali didalam
genggaman Supriati dan kontol itu menyemburkan cairan putih ke perut Supriati.
Supriati mengocok kontol pacarnya dengan cepat dan laki-laki itu nafasnya
mendengus-dengus hebat dengan tubuh bergetar. Shanti merinding melihat benda
yang besar dan panjang seperti itu, Shanti ngeri melihat kontol yang begitu
besar, ia tahu bahwa itu besar sekali karena sebelumnya Shanti belum pernah
membayangkan kontol dapat membesar dan sepanjang itu! Shanti merosot turun
dengan lutut lemas, ia berjingkat kembali masuk kedalam kamarnya lalu merebahkan
diri diranjang. Mengerikan sekali kontol lelaki, pikirnya. Mana mungkin benda
sebesar itu muat dimemeknya? Shanti merinding membayangkan lubang memek Supriati
yang pasti luar biasa besar. Dan Shanti akhirnya terlelap.

Seminggu lewat sudah dan Shanti bingung memikirkan Tuti. Wanita itu tidak masuk
seminggu sejak pergumulan mereka. Nanti sore ia akan menanyakan pada pemilik
warung mengapa Tuti tidak masuk. Selama seminggu ini Shanti tidak bergairan
dalam pekerjaan, memeknya basah terus kalau mengingat Tuti atau mengingat
pemandangan adegan Supriati dengan pacarnya. Shanti tidak bersemangat, apalagi
sehari-hari teman-temannya selalu bergunjing mengenai laki-laki dan mereka tidak
segan-segan membicarakan hal-hal yang paling pribadi dan selalu berakhir dengan
cekikikan panjang. Shanti merasa terkucil karena teman-taman lainnya semua sudah
menikah dan usia mereka jauh diatasnya, sehingga mereka selalu terdiam kalau
Shanti mendekat, padahal ia ingin sekali turut mendengar gunjingan mereka.
Shanti lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menyibukkan diri didapur
membantu pemilik restoran.

Malam itu Shanti merasa tidak bersemangat bekerja, hatinya sedih memikirkan Tuti.
Ia sudah menanyakan pada majikannya dan ternyata Tuti telah berhenti bekerja
karena mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Shanti diam-diam menangis memikirkan
Tuti yang tega meninggalkannya tanpa pesan sedikitpun. Akhirnya Shanti hanya
pasrah dan menjelang tutup restoran ia pulang kekostnya yang berada tidak jauh
dari tempatnya bekerja lalu masuk kedalam kamarnya dan menangis kembali
memikirkan Tuti. Ia menangis sampai akhirnya terlelap dan bermimpi bertemu
dengan Tuti dan wanita itu membelai rambutnya dengan sayang, Shanti menyusup
dalam ketiak Tuti dan menangis sesunggukan, wanita itu mengucapkan kata-kata
hiburan padanya dan gadis itu menangis makin keras..

*****

Tidak terbayangkan oleh Shanti ketika memandang wajah wanita itu didepan pintu
restoran. Tubuh Shanti bergetar dan jantungnya berdebar keras sekali. Air mata
mengambang dipelupuk matanya yang indah. Bibir Shanti terbuka dengan mata
terbuka seolah melihat hantu. Wanita itu berjalan masuk dan tersenyum padanya..
Sudah setahun lewat sejak kepergiannya dan Shanti merasa waktu setahun berlalu
seperti siput, tiada malam tanpa tangisan dan tiada hari ceria lagi selama
setahun itu baginya dan kini wanita itu berdiri dihadapannya dan sungguh cantik
bukan main!

Wanita itu mendekat dan Shanti tiba-tiba saja sudah menghambur dalam pelukannya.
Semerbak wangi tercium oleh Shanti, wanita itu membelai rambutnya sambil memeluk
erat tubuhnya. Shanti merasakan debar jantungnya menghantam dada wanita itu.
Tangisan sedih terdengar dari dalam pelukan Tuti. Wanita itu merasakan aliran
hangat jatuh dari matanya. Ia berusaha menahan air matanya tapi mengalir juga
setetes dan jatuh dirambut Shanti.

“Mbak.. Oh..” Shanti tak kuasa berbicara. Ia menyusupkan wajahnya makin dalam
dipelukan Tuti.
“Shan, sudah lama sekali yaa..” Bisik Tuti. Shanti mengangguk-angguk. Shanti
merasakan lembutnya buah dada Tuti dan ia tidak ingin melepaskan pelukannya.
“Aku rindu sekali Mbak.. Ja.. Jangan pergi lagi..” Suara tercekat dari Shanti
membuat Tuti sangat terharu. Dadanya terasa sesak dan ia ingin menjerit tapi
kedewasaannya membuatnya bertahan.
“Aku juga rindu Shan, sudah, sudah..” Wanita itu mendorong Shanti pelan dan
membawanya duduk disalah satu kursi.

Restoran itu sedang sepi sekali dan Tuti memang sudah mengamatinya sejak satu
jam yang lalu. Ia tidak ingin ada orang yang dikenalnya melihatnya datang dengan
penampilan seperti itu, apalagi bermobil.

“Mbak cantik sekali..” Bisik Shanti, ia menatap Tuti kagum.

Tuti memang terlihat cantik dan menawan, make up wajahnya tipis sehingga
kehalusan kulitnya terlihat nyata, matanya masih seperti dulu, bersinar nakal
dan genit, bibirnya yang penuh juga makin terlihat merangsang. Shanti menelan
ludah, ia melihat pakaian Tuti yang sangat indah, ia melihat potongan tubuh Tuti
yang juga tidak berubah, montok dan kencang. Hidung peseknya tidak terlihat lagi
dan penampilan keseluruhan wanita itu membuat Shanti rindu bukan main.

“Kamu kelihatan makin cantik dan matang Shan..” Bisik Tuti lalu dibelainya pipi
Shanti yang kemerahan.

Kulit gadis itu masih betul-betul halus sekali, jari Tuti merayap menyentuh
bibir Shanti, Shanti membiarkan jari Tuti menyentuh bibirnya, ia membuka
mulutnya dan menjilat jari itu, jantungnya berdegup, Tuti membiarkan jarinya
dihisap oleh Shanti.

“Aku rindu sekali Shan dan aku kesini untuk mengajak kamu ikut aku” Kata Tuti.
Shanti terkejut.
“Kemana?” Tanya Shanti. Tuti tertawa.
“Ikut saja aku, pokoknya kamu akan hidup enak denganku” Kata Tuti.

Shanti memandang wanita itu, hatinya gundah, apa yang harus dilakukannya? Apakah
memang ia akan hidup lebih enak? Tapi kalau sekali ini ia tidak ikut dengan Tuti
maka kemungkinan wanita itu tidak akan menemuinya kembali, Shanti sungguh
bingung.

“Jangan kuatir Shan, aku nggak bakalan menelantarkan kamu. Justru aku selalu
ingat sama kamu, makanya aku nggak tahan lagi untuk mengajak kamu ikut denganku”
Kata Tuti sambil membelai tangan Shanti.
“Lagipula kamu dan aku sudah seperti.. Seperti.. Kekasih..” Suara Tuti berbisik
dan bibirnya bergetar.

Shanti ingin sekali memangut bibir wanita itu tapi ia agak jengah. Ia menunduk
saja. Kemudian dirasakannya belaian tangan Tuti dibawah meja menjamah pahanya
dan mengelus serta meremas lembut pahanya, Shanti merinding, ia ingin merintih
tapi ia hanya menatap saja wanita itu. Tuti memandangnya sendu dan bibirnya
terbuka.

“Baiklah Mbak.. Ka.. Kapan kita berangkat?” Bisik Shanti bergetar.
“Besok kamu temui aku dihotel M, malam ini aku tinggal disana” Jawab Tuti.
“Jangan membawa barang terlalu banyak, nanti aku belikan disana” Shanti
mengangguk.

Gadis itu memandang Tuti, ia haus sekali akan belaian wanita itu, tapi Shanti
tahu Tuti tidak dapat berlama-lama, lagipula sepertinya wanita itu bukan lagi
Tuti yang dulu.

“Jaga diri kamu baik-baik, Shan.. Sampai besok” Bisik Tuti.

Shanti merasa pahanya diremas oleh Tuti dan wanita itu bangkit sambil tersenyum.
Shanti memandang kepergian Tuti dan ia merasa ada sesuatu yang terbang
meninggalkan jiwanya. Tuti menghilang dalam mobil dan pergi meninggalkan halaman
restoran itu.

*****

Shanti memandang pemilik restoran, seorang pria berusia pertengahan. Restoran
sudah sepi karena sudah agak malam dan teman-teman Shanti juga sudah pulang,
beberapa yang tinggal dibelakang restoran telah masuk dan mungkin sudah tidur.
Shanti sengaja memilih waktu setelah semuanya telah sepi, karena ia ingin pamit
dan meminta upahnya selama bekerja disana pada sang pemilik restoran.
Perjanjiannya memang begitu, semua karyawan wanita hanya dapat mengambil upahnya
enam bulan sekali atau sewaktu ia ingin berhenti. Dan sekarang Shanti hendak
berhenti karena besok ia sudah akan di Jakarta.

“Mengapa kamu tolol sekali hendak ikut dengan sundal itu?” Sergah Pak Mohan
dengan wajah mengeras dan kelihatannya marah betul. Shanti membisu, tubuhnya
tegang karena takut.
“Kamu tidak tahu dia itu jadi lonte disana? Hah?” Desis laki laki itu.

Ia memandang Shanti dan terus memandang gadis yang menunduk diam itu. Matanya
tertumbuk pada seonggok daging yang membusung di dada Shanti yang ditutupi kaus
tipis kumuh berwarna putih kekuningan. Pak Mohan terkesiap merasakan berahinya
tiba-tiba memuncak melihat keremajaan gadis itu, laki-laki itu menahan napas dan
menelan ludah, matanya tidak lepas dari dada Shanti dan mulutnya terkunci.
Shanti tidak tahu majikannya memandangnya seperti seekor serigala yang sedang
menatap domba yang tak berdaya.

“Baik, kamu boleh keluar dari sini dan sekarang kamu ikut aku untuk mengambil
uangmu!” Suara serak Pak Mohan terdengar aneh di telinga Shanti, tapi gadis itu
merasa lega karena tidak ada lagi nada kemarahan dalam suara itu.

Ia mengikuti laki-laki itu menuju kebelakang terus kebelakang berlawanan dengan
mess tempat tinggal para karyawan restoran. Shanti tahu ia menuju kantor Pak
Mohan, atau tepatnya tempat biasa Pak Mohan membereskan bon-bon dan beristirahat
kalau sedang capek. Rumah majikannya itu jauh dari sini jadi ia suka berleha-leha
diruang itu kalau sedang capek melayani tamu.

Pak Mohan menyalakan lampu kamar dan Shanti disuruh duduk di dipan yang biasa
ditiduri oleh laki-laki itu. Shanti duduk dan Pak Mohan berjalan mendekatinya,
tiba-tiba tangan laki-laki setengah baya itu terjulur dan meremas teteknya
dengan keras, Shanti menjerit tertahan dan beringsut kesudut, ketakutan.

“Kamu mau uang kamu khan? Kamu akan ke Jakarta khan? Dan kamu toh akan jadi
lonte juga nanti, sekarang kamu layani aku dululah, dan kamu akan menjadi lebih
pengalaman nanti” bisik Pak Mohan dekat sekali dengan wajahnya. Shanti mencium
bau rokok menyembur dari mulut laki-laki itu, sehingga membuatnya ia ingin
muntah.

“Saya akan menjerit pak.. Jangan pak.. Malu!” bisik Shanti. Pak Mohan menerkam
Shanti dengan tiba-tiba dan Shanti terhimpit oleh tubuh laki-laki itu, Shanti
membuka mulutnya hendak menjerit, tapi tangan Pak Mohan dengan sigap menutup
mulutnya. Shanti terbelalak, ia benar-benar kalah tenaga dengan laki-laki itu,
yang ternyata kuat sekali.

“Sekali kamu bersuara, maka kamu tidak akan bisa menemui sanak saudaramu lagi,
kamu bisa tunggu mereka semua di neraka!” Desis Pak Mohan, wajahnya sungguh
kejam sekali, membuat gadis itu merasa takut setengah mati.

Perasaannya mengatakan percuma melawan laki-laki itu, ia akan sangat menyesal
nanti. Lagi pula siapa yang tidak takut dengan Pak Mohan? Hanya sang isteri yang
baik pada karyawan, sedangkan laki-laki ini sudah terkenal suka judi dan membuat
onar. Shanti menangis tanpa suara, ia takut sekali, dan sekarang ia merasakan
tubuhnya digerayangi oleh tangan lelaki itu.

“Ikuti apa yang aku suruh, maka kamu akan mendapatkan uangmu dan yang penting
kamu akan selamat dan bisa jadi lonte di Jakarta, mengerti?” Ancam Pak Mohan,
Shanti menggigit bibir menahan sakit ketika teteknya kembali diremas oleh laki-laki
itu, ia cepat-cepat menganggukkan kepalanya dalam bisu.

Pak Mohan menarik kaki Shanti sehingga gadis itu terlentang di dipan kayu yang
beralaskan tikar. Kemudian Shanti melihat Pak Mohan dengan gugup melepaskan
pakaiannya. Shanti memejamkan matanya ketika melihat kontol Pak Mohan bergoyang-goyang
seperti ketimun. Ketika ia membuka matanya kembali, Shanti melihat Pak Mohan
sudah duduk disampingnya dan tangannya mulai menarik kaus Shanti, gadis itu
tidak bergerak.

Tiba-tiba pipinya ditampar oleh Pak Mohan, Shanti menjerit pelan merasakan
pipinya panas, tamparan yang tidak begitu keras tapi sangat menyakitkan hatinya.
Shanti mengangkat tubuhnya membiarkan kausnya lolos begitu saja dan kemudian
membiarkan juga roknya diloloskan dengan mudah oleh Pak Mohan. Shanti bisa
merasakan napas panas membara dari hidung laki-laki itu, Pak Mohan berusaha
menciumnya tapi Shanti memalingkan wajah, tapi laki-laki itu memaksa dan Shanti
terpaksa membiarkan bibirnya dikulum mulut laki-laki itu, Shanti merasa mual..

“Pegang ini, awas jangan macam-macam kamu!” bentak Pak Mohan. Tangan Shanti
dituntun untuk menggenggam kontol Pak Mohan. Shanti merasa jijik, kontol yang
tidak begitu besar dan dalam keadaan layu, keriput dan hitam.
“Kocok!” perintah Pak Mohan. Shanti belum pernah melakukannya. Ia meremas-remas
pelan, kenyal dan licin seperti berlendir, Shanti merasa jijik.
“Kocok seperti ini goblok!” desis laki-laki itu sambil mengocok kontolnya
sendiri. Shanti berusaha menurutinya dan Shanti sedikit terkejut mendapati
kontol itu bangun perlahan. Pak Mohan tidak sabar, ia harus cepat-cepat karena
sang isteri menantinya dirumah. Ia menyodorkan kontolnya kemulut Shanti, gadis
itu menghindar.
“Sialan kamu! Cepat hisap dan jilat! Atau kubunuh kau!” bentak Pak Mohan seperti
kalap. Shanti menggenggam kontol laki-laki itu dengan tangan gemetar,
dipandangnya benda yang lembek dan setengah tegang, ia memejamkan matanya dan
sebelum sempat berbuat sesuatu, dirasakannya benda itu menerobos masuk kedalam
mulutnya dan bergerak maju mundur.

Shanti ingin muntah tapi ia ketakutan. Laki-laki itu memompa mulut Shanti dengan
tergesa-gesa, dari mulutnya keluar lengkuhan-lengkuhan aneh dan tiba-tiba Shanti
mendengar Pak Mohan mengerang tertahan lalu mulutnya tiba-tiba terasa asin dan
penuh dengan cairan lengket dan berbau aneh. Shanti menahannya supaya tidak
tertelan, ia mual sekali, ia berpikir itu pasti yang dikatakan Tuti sebagai
pejuh. Jijik sekali, pikirnya. Shanti memejamkan matanya erat-erat dan
membiarkan kontol Pak Mohan terus bergerak maju mundur dan makin pelan. Lalu
benda itu ditarik keluar dari mulutnya. Dan Shanti segera memuntahkan cairan
kental itu, ia memandang Pak Mohan yang kelelahan dengan perasaan benci bukan
main.

“Hhh.. Bagus.. Memang punya bakat lonte kau! Ini uangmu dan ini bayaran pertama
buat seorang lonte!” Desis Pak Mohan lalu melemparkan lembaran-lembaran uang
kewajah Shanti.

Shanti terkulai tak berdaya dan Pak Mohan bergegas hendak keluar tapi sebelumnya
sekali lagi laki-laki itu meremas teteknya dan Shanti terbelalak kesakitan.
Sekejab kemudian bayangan laki-laki tua itu sudah lenyap dari pandangannya.
Shanti menangis pelan, ia tidak berani lebih keras, ia malu dan takut terdengar
oleh teman-teman yang tinggal di seberang tempat ini. Lalu pelan-pelan gadis itu
bangun, ia meraba teteknya dan meringis nyeri, lalu ia memungut uang-uang yang
jatuh berserakan.

Dihitungnya dan ia merasa senang juga menerima lebih dari yang diperkirakannya,
ia menerima kelebihan dua puluh ribu rupuah! Jumlah yang lumayan untuknya.
Shanti dengan jijik mengusap cairan mani yang menempel di dadanya dengan BHnya.
Ia melepaskan benda itu dan memutuskan tidak akan memakainya. Ia memakai rok dan
kausnya lalu berjingkat-jingkat keluar dari kamar itu. Diluar gelap dan kelam,
sunyi, entah sudah jam berapa sekarang.

Shanti berjingkat masuk kedalam kamar mandi, rumah kostnya sudah sepi dan ia
tidak ingin membangunkan semua penghuninya. Ia mulai membersihkan badannya dan
ia menggosok teteknya kuat-kuat, ia tak peduli nyeri yang ditimbulkan, ia hendak
melenyapkan jejak remasan Pak Mohan. Shanti menangis tanpa suara, ia tidak
menyangka malam terakhir merupakan malam jahanam baginya. Ia berkumur dan
menusuk-nusuk kerongkongannya sampai muntah, ia tak peduli mulutnya terasa pahit
dan ia terus hendak mengeluarkan semuanya, ia tak yakin apakah tadi cairan Pak
Mohan tertelan atau tidak dan ia tidak ingin cairan itu berada diperutnya.

Shanti menggosok giginya berkali-kali dan akhirnya dengan pelan ia masuk kedalam
kamarnya. Ia telah mencuci bersih BHnya dan pakaiannya juga, ia akan
meninggalkan pakaian itu disini saja. Lalu Shanti berbaring berusaha untuk tidur..
Diam-diam ia bersyukur dirinya masih perawan, entah mengapa laki-laki keparat
itu tidak menyetubuhinya, Shanti menghela napas dalam lelap.

*****

“Ini kamar kamu Shan, suka?” bisik Tuti sambil memandang gadis itu.

Shanti ter-nganga tidak dapat berkata apa-apa. Keletihan berjam-jam dalam
perjalanannya dengan Tuti seakan lenyap begitu saja. Kamar yang untuknya sangat
luas, ia membadingkan mungkin 3 kali dari kamar kostnya di kampung. Luar biasa,
ranjangnya besar dengan sprei putih bersih, ada radio kaset disamping ranjang
lalu ada meja rias dan Shanti heran melihat ada kamar mandi dalam kamar tidur,
ia belum pernah tahu mengapa ada orang yang membuat kamar mandi dalam kamar
tidur. Sangat membuang uang sekali, pikirnya. Tapi gadis itu sudah dapat
membayangkan betapa nikmatnya dengan fasilitas seperti itu, kapan saja ia ingin
mandi, ia tidak usah lagi mengantri sambil menimba air, oh menyenangkan sekali,
batinnya.

“Ada air panasnya lho Shan..” kata Tuti.

Shanti memandang wanita itu dengan penuh sayang. Ia memeluk Tuti dan berterima
kasih padanya dengan air mata mengalir.

“Kamu berhak mendapatkannya sayang..” bisik wanita itu.
“Indah sekali Mbak! Bagaimana aku harus membalas semua ini?” kata Shanti dengan
suara serak.

Tuti tersenyum, lalu ia memanggil supir yang membawa mereka tadi untuk
memasukkan barang-barang Shanti. Shanti sangat kagum dengan rumah Tuti. Besar,
bersih, mewah dan berkesan anggun sekali. Tembok-temboknya dicat dengan warna
kuning beras, indah bukan main. Ruang tamu yang besar dengan lantai marmer dan
perabotan yang menurut gadis itu tentu sangat mahal harganya, lalu ruang makan
dengan meja makan yang besar lengkap dengan kursi-kursi berderet, tirai-tirai
yang mewah seperti membuang-buang kain saja. Kemudian Shanti melihat ruang
keluarga yang luar biasa besarnya, dengan TV yang juga seperti layar bioskop,
seprangkat sofa yang besar pula menghias ruangan itu. Ada kolam renang
dipekarangan belakang, kolam yang besar bukan main, Shanti tidak dapat
membayangkan berenang di kolam itu, ia belum pernah berenang dikolam renang, ia
hanya pernah berenang disungai.

“Kamu istirahat saja dulu Shan. Nanti sore baru kita ngobrol-ngobrol lagi” kata
Tuti.

Lalu ia berjalan keluar kamar meninggalkan Shanti. Gadis itu duduk di atas
ranjang, wah empuk sekali! Ia tersenyum sendiri membayangkan nasibnya, sungguh
beruntung sekali ia disayangi seperti itu oleh Tuti. Ia merebahkan dirinya lalu
dalam sekejab ia sudah terlelap..

Shanti terbangun oleh belaian Tuti. Jari-jemari Tuti membelai pipinya, Shanti
memegang tangan Tuti kemudian menciumnya dengan lembut.

“Terima kasih Mbak” bisiknya. Tuti tersenyum.
“Ah tidak apa-apa sayang, aku memang selalu teringat akan kamu dan akhirnya aku
nggak tahan lagi. Aku berkata pada suamiku bahwa aku tidak dapat merasakan
keriangan tanpa kamu Shan” kata Tuti. Shanti mengecup lagi tangan yang
membelainya.
“Kok Mbak kawin nggak bilang-bilang sih?” tanya Shanti. Tuti tertawa.

Ia mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir gadis itu dengan lembut. Tuti rindu
sekali dengan hembusan napas Shanti dan ia sudah tidak tahan ingin merasakan
lidah serta mulut gadis itu. Sudah lama ia rindu pada Shanti, selama ini ia
selalu melayani ’suami’nya dengan baik. Dan sang ’suami’ juga kelihatan sangat
sayang padanya, maka itu ia memberanikan diri untuk meminta ijin mengajak gadis
itu tinggal dengannya. Tuti menceritakan semuanya kepada ’suaminya’ dan tak
disangka ’suaminya’ sangat menyetujui..

“Jadi kamu suka bermain dengan cewek juga?” tanya ’suaminya’, yang sebetulnya
adalah laki-laki yang bernama Rahman dan selama ini memelihara hidup Tuti dan
diam-diam mereka melangsungkan pernikahan tanpa sepengetahuan isteri pertama
laki-laki itu. Tuti mengangguk, ia pasrah jika Rahman meledak marah dan
mendampratnya. Tapi yang ia lihat hanya pandangan terpesona saja.

“Ya Mas, aku selalu teringat kepadanya, aku sangat mencintainya Mas” Jawab Tuti.
“Jadi selama ini kamu tidak cinta padaku?” Tanya Rahman menyelidik.
“Aku mencintaimu melebihi segalanya, semuanya kuberikan dan semuanya kulakukan.
Tapi selama Mas tidak denganku, aku sering merasa sepi dan..”
“Dan apa?”
“Dan membayangkan gadis itu” Tuti menjawab terus terang.
“Boleh saja kamu ajak gadis itu, aku akan sangat senang sekali kalau..” Rahman
tidak meneruskan kata-katanya. Tuti tersenyum. Ia tahu apa yang dipikirkan
Rahman.
“Aku akan mencobanya sayy.. Aku juga ingin sekali kalau kamu bisa menikmati
keperawanan gadis itu” bisik Tuti.

Rahman lega dan merasa tegang sendiri membayangkan ia digumuli oleh dua wanita,
wah tentu lebih luar biasa, selama ini saja ia sudah sangat puas dengan
pelayanan Tuti yang sampai kemanapun belum pernah dirasakannya. Tutinya yang
begitu hebat diatas ranjang, didalam kamar mandi, dimanapun dan kapanpun ia
membutuhkannya, wanita itu selalu akan membuatnya terkulai dalam lautan
kenikmatan.

“Mbak.. Kok melamun?” bisikan Shanti menyadarkan lamunan Tuti.

Wajahnya dekat sekali dengan Shanti dan gadis itu rupanya menanti dari tadi.
Tuti tertawa geli lalu tiba-tiba ia memangut bibir Shanti dan melumatnya. Shanti
terengah-engah membalas lumatan gadis itu. Ia merasa tangan Tuti mengelus-elus
buah dadanya dan ia pun membalas, ia meremas-remas tetek Tuti dengan gemas dan
membuat wanita itu merintih-rintih, tak dibutuhkan waktu lama untuk membuat
mereka berdua berbugil ria dalam pergumulan panas.

Shanti tidak tahu bahwa dilangit-langit kamar ada sebuah bintik hitam sebesar
uang logam. Dan semua kejadian di kamar itu dapat disaksikan dari lantai dua
rumah itu. Diruang kerja Rahman! Dan sekarang Rahman sedang menahan napas
memandang kearah layar besar didalam ruang kerjanya. Tubuhnya tegang dan
dirasakan daging dicelananya membengkak. Ia bisa melihat Tuti melucuti pakaian
Shanti dan ia bisa melihat bagaimana wanita itu menggerayangi tubuh Shanti
dengan penuh nafsu.

Rahman tersengal-sengal menahan nafsu, ia melihat Shanti memangut tetek Tuti dan
menyedotnya seperti bayi, dan Tuti dengan kalap menyuruk keselangkangan Shanti
dan mulai menggumuli memek gadis itu dengan mulutnya. Rahman tak kuasa
menahannya, ia juga ingin merasakan bau memek gadis itu dan bagaimana lendir
gadis itu lumer dalam mulutnya, lendir perawan! Ia mengendap-endap turun dan
menghampiri kamar Shanti, ruangan sepi sekali dan dibukanya pintu itu,
dilihatnya wajah Shanti sedang ditindih oleh bagian bawah tubuh Tuti dan Tuti
asyik menjilat-jilat memek Shanti, Rahman dapat melihat dengan jelas bagian
dalam memek gadis itu yang kemerahan dan berkilat karena lendir.

Ia merangkak masuk dan dengan sebelah tangannya ia mengambil celana dalam Shanti
yang tergeletak diujung ranjang. Rahman membawa benda itu kewajahnya dan
menciumnya, oohh.. Nikmat sekali baunya, bau pesing bercampur dengan bau khas
memek seperti punya Tuti, Rahman menjilat bercak kuning dicelana dalam itu dan
merasakan rasa asin, ia menjilat terus sampai bercak itu menjadi licin dan
berubah menjadi lendir. Tapi ia takut ketahuan, ia segera melemparkan benda itu
dan merangkak mundur keluar dari ruangan. Semuanya dilakukan tanpa mereka
mengetahuinya, Rahman berdebar-debar membayangkan kapan Tuti dan Shanti akan
siap melayaninya bersama-sama.

“Aduh Mbaakk, aku keluar lagi Mbak.. Aduh duh..” Shanti berkelojotan, memeknya
terangkat dan menekan-nekan wajah Tuti, Tuti tidak mau kalah dan mengulek
memeknya dengan goyangan yang membuatnya merasa hendak kencing.
“Shaan.. Mati aku Shan.. Ooohh.. Terus Shan, terus!” desah Tuti dan Shanti
mempercepat tusukan lidahnya dalam memek Tuti, ia menghujamkan mulutnya dan
lidahnya menjulur dalam sekali, berkelana disekitar dinding memek wanita itu dan
Shanti merasakan cairan masuk ke dalam mulutnya dengan mudah, Shanti tidak
peduli bahwa itu adalah air kencing yang keluar sedikit dari memek Tuti karena
gadis itu membuatnya seperti gila dan entah mengapa ia merasa ingin kencing
terus setiap Shanti menjalarkan lidahnya didalam memeknya.

Tuti merasa pinggangnya nyeri karena menahan nikmat yang membuatnya tanpa sadar
meliuk-liuk seperti ular, apalagi dirasakannya lubang anusnya ditusuk-tusuk juga
oleh jari-jemari gadis itu, ternyata gadis itu sekarang pandai sekali memuaskan
dirinya. Tuti juga tidak mau kalah dan ia membuat Shanti berguling sehingga
gadis itu sekarang yang berada diatasnya dan dengan leluasa Tuti menjilati
cairan bening yang jatuh dari liang memek Shanti, cairan lengket dan hangat
terasa asin itulah yang selalu dirindukan Tuti.

Enak bukan main rasanya dan Tuti seperti gila menghisap lubang memek gadis itu,
lidahnya dengan kaku memasuk kedalam memek Shanti dan membuat gadis itu
mengerang, kadang malah Shanti tersentak kesakitan karena lidah Tuti masuk
terlalu dalam dan Tuti cepat-cepat mengeluarkan lidahnya, ia lupa bahwa gadis
itu masih perawan dan ia ingin Rahman yang memerawani gadis ini, kalau bisa
nanti malam.

“Mbakhh.. Aah.. Enak sekali Mbak.. Aaa.. Keluar lagi Mbak.. Aduuhh” Shanti
mengerang panjang dan Tuti merasakan cairan bening makin banyak masuk kedalam
mulutnya.

Tuti menggosok-gosokkan hidungnya di lubang anus Shanti, ia merasa terangsang
sekali melihat liang itu dan dijilatinya lubang anus Shanti, Tuti memasukkan
jari telunjuknya, membuat Shanti mengerang lagi. Lalu dikocok-kocoknya telunjuk
itu di dalam anus Shanti. Gadis itu tersentak-sentak sambil merintih, Shanti
merasa mulas tapi ada perasaan nikmatnya juga. Ia mengejan agar jari Tuti lebih
mudah masuk kedalam anusnya, Shanti merasa enak sekali dan ia merasa memeknya
banjir besar. Sedangkan Tuti dengan lahap menjilati lubang anus Shanti dan
bahkan ia menjilati jarinya yang baru keluar dari dalam anus Shanti, ia mencium
bau yang baginya enak sekali dan ia menghisap jari itu.

Shanti melakukan hal serupa, ia memasukkan jarinya dan buat Tuti yang sudah
terbiasa, kocokkan jari-jari Shanti di dalam anusnya membuatnya orgasme. Apalagi
Shanti dengan tanpa jijik menjilat anusnya dan menusuk-nusuk lubang itu dengan
lidahnya, Tuti merasakan kenikmatan yang membuat tubuhnya panas dan gemetar.
Dengan rintihan panjang Tuti mencapai orgasme lagi dan terkulai lemas. Shanti
juga lemas diatas tubuh Tuti.

Mereka merasa rindu mereka telah terobati sementara dan Shanti diam-diam memohon
agar kejadian seperti ini terus akan terjadi, ia tak ingin kehilangan Tuti lagi,
ia tak akan kuasa hidup tanpa wanita yang dapat membuatnya merasakan kenikmatan
seperti ini. Shanti menyusukkan kepalanya disela-sela ketiak Tuti, ia sangat
merindukan kejadian seperti ini dimana ia merasa terlindungi dan Shanti sangat
suka sekali bau ketiak Tuti yang sedang berkeringat dan dengan bernafsu Shanti
menjilati keringat yang membasahi bulu-bulu ketiak wanita itu. Shanti mengendus
dalam dan menikmati bau khas yang sangat disukainnya, bau khas ketiak wanita
kampung, tapi baginya bau ketiak Tuti sungguh merangsang.

Tuti cekikikan kegelian karena jilatan lidah Shanti tapi ia merasa nafsunya
bangkit kembali. Tuti memandang lidah Shanti membelai ketiaknya dan menjilati
keringatnya dengan lahap, ia terangsang sekali melihat bagaimana gadis itu
menghisap-hisap bulu ketiaknya yang lebat, seperti dikeramas saja, pikirnya.
Tuti menarik wajah Shanti dan melumat mulutnya, dirasakan bau ketiaknya ada
dimulut Shanti dan Tuti melumat habis mulut Shanti, gadis itu pasrah membiarkan
lidah Tuti menjalar dan menyelusup kemana suka.

Ia merasa jari-jari Tuti mengocok-ngocok didalam liang memeknya dan memeknya
licin sekali karena banjir, wanita itu tidak menusuk terlalu dalam dan Shanti
merasa nyaman sekali. Tuti membawa jari-jarinya yang berlumuran lendir itu
kemulutnya dan kemulut Shanti dan mereka menjilati lendir itu dengan lahap
seolah-olah itu adalah tajin yang biasa dimakan bayi. Mereka saling berpelukan
dengan mesra dan terlelap dalam rengkuhan kenikmatan.

*****

Ketika bangun, hari sudah senja dan mereka mandi sama-sama dalam kamar Shanti.
Tuti mengangumi tubuh Shanti yang benar-benar sedang ranum, matang dan sangat
indah, semuanya mulus tanpa cacat. Bulu kemaluannya yang halus, buah dadanya
dengan puting merah muda sangat kontras dengan tubuhnya. Tubuhnya sendiri memang
masih padat dan serba kencang, tapi ia tak dapat menghindari kegemukan di
perutnya, padahal ia sudah senam mati-matian, mungkin inilah karena umur,
pikirnya. Sebaliknya Shanti sangat iri melihat tetek Tuti yang begitu besar dan
kenyal, walaupun puting susunya juga besar dan kehitaman tapi Shanti tahu banyak
sekali laki-laki dikampungnya yang tergila-gila ingin menikmati tubuh Tuti.

“Mbak teteknya besar sekali, kapan aku bisa punya tetek sebesar itu?” Kata
Shanti, Tuti tertawa terkekeh-kekeh.
“Ini dulu salah urus, sebenarnya tetekku dulu tidak sebesar ini, tapi ada gara-gara
digosok dengan minyak bulus jadi gede kayak gini” Jawab Tuti. Ia tak memberitahu
Shanti bahwa dulu germonyalah yang menyuruhnya menggosok teteknya dengan minyak
itu.
“Memang bisa?”
“Entahlah, tapi kupikir gara-gara itu sih” mereka terkikik.
“Selesai mandi nanti kita kekamarku yuk” ajak Tuti.
“Ah nanti ada suami Mbak” jawab Shanti.
“Ah mungkin dia pulang malam hari ini” jawab Tuti. Ia tak mau Shanti mengetahui
rencananya.
“Wah kamar Mbak hebat sekali!” seru Shanti kagum melihat kemewahan kamar Tuti.
Tuti tertawa dan mengajak gadis itu duduk diatas ranjang besar.
“Heh kamu mau nonton film?” tanya Tuti. Shanti menggeleng.
“Film?”
“Iya film yang hebat deh” kata Tuti lalu berjalan ke lemari TV yang terletak pas
dikaki ranjang.

Tuti memasukkan sesuatu ke dalam kotak alat dan kembali duduk bersama Shanti. Ia
memeluk Shanti dan gadis itu membalas pelukannya. Tiba-tiba Shanti melotot
ketika melihat adegan dalam film itu. Ia melihat dua wanita sedang disetubuhi
oleh beberapa lelaki. Ia melihat kedua wanita itu sedang disetubuhi sambil
menghisap kontol pria lainnya. Shanti menahan napas, jantungnya berdebar kencang,
tubuhnya meriang dan hangat. Tuti merasa gadis itu gemetar.

“Lho.. Kok.. Kok.. Ih Mbak! Idiihh besar sekali Mbak!” desis Shanti. Tuti diam.
“Jijik Mbak.. Aduh jijik sekali!” seru gadis itu tatkala melihat salah seorang
pria itu menyemprotkan air mani kedalam mulut sang wanita dan wanita itu dengan
lahap menjilatnya sambil merengek-rengek manja.

Shanti teringat malam jahanamnya dengan Pak Mohan, ternyata ada wanita yang suka
sekali dengan itu.

“Oh enak sekali Shan, wah rasanya luar biasa!” kata Tuti.

Ia membelai tengkuk Shanti. Shanti bergidik melihat wanita itu kembali menjilati
kontol yang baru keluar dari memeknya dan kontol itu dengan ganas menyemburkan
cairan kental kedalam mulutnya lagi.

“Aduuhh.. Geli amat. Kok mau sih.. ” Suara Shanti bergetar, diam-diam ia merasa
ada perasaan aneh merambati tubuhnya. Ia merasa berahinya naik dengan cepat,
apalagi Tuti membelai-belai tengkuknya.
“Mbak! Gila ihh!” Shanti melotot melihat laki-laki lain menusuk lubang pantat
wanita itu dan laki-laki lainnya lagi menusuk dari bawah dan dimulut wanita itu
tetap tertusuk sebuah kontol hitam. Semua lubang ditubuh wanita itu telah terisi.
“Wah itu yang paling enak Shan, kamu harusnya merasakan bagaimana memek kamu
dimasuki kontol Shan.. Enaknya luar biasa!” Desis Tuti.

Wanita itu juga merasa terangsang. Ia melirik ke pintu yang dibiarkan tidak
terkunci. Di televisi terlihat adegan dua wanita itu saling memangut kontol
hitam dan mereka saling menjilat dan menyuapi satu sama lain. Shanti mendesah,
ia merasa meriang sekali dan memeknya banjir besar, Shanti merasa terangsang
bukan main melihat bagaimana kedua wanita itu saling membagi air mani laki-laki
itu dan laki-laki itu bergantian memompa mulut wanita-wanita itu.

“Mbaakk.. Aduh Mbak.. Nggak tahan aku” Bisik Shanti manja sambil menatap Tuti.
Tuti melumat bibir gadis itu.
“Nafsu yaa..?” Bisiknya. Shanti mengangguk lalu menyurukkan wajahnya ke ketiak
Tuti lagi.

Tiba-tiba pintu terbuka dan.., “Wah ada tamu nih?” Suara besar dan berat
menyengat Shanti. Ia melompat berdiri dan membenahi roknya yang tersingkap. Tuti
tersenyum manis pada laki-laki itu.
“Oh Mas, lho kok sudah pulang? Ini kenalkan keponakanku Shanti” Kata Tuti sambil
mendorong Shanti mendekat kepada laki-laki tinggi besar itu. Laki-laki yang
bertampang seram dengan brewok di wajahnya.
“Ini suamiku Shan, kamu panggil saja Oom Rahman” Kata Tuti.
“Oh Haloo! Wah aku tidak menyangka keponakan kamu cantik begini” Kata Rahman
sambil menjabat tangan Shanti. Shanti tersipu menundukkan wajahnya. Rahman duduk
diatas ranjang dan membuka sepatunya, matanya menatap televisi.
“Lho kok putar film begitu?” Tanyanya berpura-pura. Tuti tersenyum, Shanti tidak
berani memandang, ia malu bukan main.
“Ya iseng saja, lagian aku ingin kasih tahu Shanti bagaimana punya laki-laki itu
lho!” Kata Tuti manja sambil membantu melepaskan dasi Rahman.
“Mbaakk.. ” Shanti melotot.
“Lho? Nggak apa-apa kok Shan. Mas Rahman orangnya sangat terbuka kok. Lagian
kami sudah biasa dengan adegan-adegan seperti di film itu” kata Tuti sambil
menarik Shanti supaya mendekat.

Kemudian ia memeluk Shanti dan mencium mulutnya. Shanti merasa malu dengan
perlakuan Tuti tapi ia juga tak ingin menghindar, ia takut Tuti marah. Malah
sekarang Tuti meremas buah dadanya dengan perlahan.

“Mbaakk.. Malu ah” rengek Shanti.
“Ah tidak apa-apa kok Shan, Oom sudah biasa kok” kata Rahman sambil menelan
ludah.

Ia merasa lidahnya kaku dan sepertinya ia sudah merasakan cairan memek Shanti
lumer dimulutnya. Lalu Tuti membuka celana Rahman dan sekaligus memelorotkan
celana dalamnya, maka meloncat keluar kontol yang sudah agak tegang. Shanti
menutup mulutnya melihat kontol yang lumayan besar dan panjang itu. Wajahnya
bersemu merah, ia tidak dapat berkata apa karena malu, ia ingin lari tapi ia
takut Tuti tersinggung.

“Nih lihat ini Shan. Ini yang namanya kontol enak..” bisik Tuti sambil mengocok
pelan kontol Rahman dan Shanti bisa melihat ada lendir bening di kepala kontol
itu seperti lendir memeknya.

Lalu ia terbelalak melihat Tuti dengan lahap mengulum kontol itu, bahkan Shanti
bingung melihat kontol itu lenyap dalam mulut Tuti. Dan Rahman mendengus-dengus
sambil memompanya dalam mulut wanita itu. Shanti gemetar menyaksikan pemandangan
yang tidak pernah dibayangkannya. Sungguh mengerikan, pikirnya. Apakah begitu
enaknya sampai Tuti mau menghisap kontol itu demikian dengan lahapnya?

“Mau cobain Shan? Enak banget..” Tuti menarik gadis itu supaya berlutut juga.

Rahman berdiri dan tersenyum pada Shanti. Ia menyodorkan kontolnya yang sudah
agak keras itu. Tuti mengambil tangan Shanti dan dipaksanya tangan itu menjamah
kontol suaminya. Shanti berusaha menahan tangannya dengan setengah hati. Ia
bingung dan gundah, ia merasa memeknya seperti hendak meledak karena berahi yang
memuncak tapi ia juga malu dan ia tak ingin berselingkuh dengan suami Tuti, tapi
sekarang malah Tuti memaksanya menjamah daging yang seperti dodol itu.

“Nggak apa-apa Shan, suamiku milik kamu juga kok..” bisik Tuti.

Kemudian Shanti merasakan daging itu di tangannya, lumayan besar dan kenyal, ada
lendir bening keluar dari ujung kontol Rahman, dan Tuti mengusap lendir itu dan
memasukkannya ke mulut Shanti, Shanti merasa jijik, tapi ia hanya merasakan asin
seperti pejuh Pak Mohan. Lalu Tuti mendekatkan mulut Shanti sambil menekan
kepalanya supaya mendekati kontol Rahman. Dan entah bagaimana Shanti pasrah saja
ketika kontol itu sudah dalam mulutnya dan bergerak maju mundur. Shanti merasa
daging itu hangat dalam mulutnya dan memang kalau dirasa-rasakan enak sekali,
seperti mengemut es krim tapi tidak dingin melainkan hangat, hanya sesekali
lidahnya merasakan asinnya lendir yang jatuh dalam mulutnya. Tuti juga ikut
mengemut kontol Rahman dan sesekali kedua wanita itu saling melumat dan meremas.

“Mmhh.. Enak sekali Mas.. Ayo.. Cepat keluarkan.. Aku sudah tak tahan lagi Mas!”
Desah Tuti, tangannya dan tangan Shanti berebut mengocok kontol Rahman.

Bola mata Rahman terbalik dan mulutnya meleguh nikmat seperti kerbau. Kontolnya
sungguh keras bukan main dalam maianan kedua perempuan itu. Ia merasakan
bagaimanapun jilatan dan kocokan Tuti jauh lebih luar biasa daripada Shanti.
Memang ia tak salah memilih gundik, Tuti memang sungguh luar biasa. Dan Rahman
menyadari selama ini ia belum pernah bisa tahan lebih dari 3 menit kalau Tuti
sudah mengeluarkan keahlian mulut dan tangannya, apalagi kalau kontolnya sudah
dalam cengkraman memek wanita itu, maka tak ayal lagi ia akan menyerah sebelum
hitungan kedua puluh, padahal dengan isteri tuanya ia tidak pernah bisa keluar
dan benar-benar tidak pernah bisa ejakulasi!

Walau bagaimanapun sang isteri melayaninya tetap saja ia tidak dapat puas,
bahkan kadang-kadang kontolnya menciut kembali sehingga harus dirangsang lagi.
Tapi kalau dengan Tuti, dipegang sebentar saja kontolnya sudah seperti paku baja,
terus digoyang sebentar saja, kontolnya sudah meletuskan lahar panasnya, tapi
Tuti dapat dengan cepat membangunkan kembali meriamnya walaupun baru meledak.
Rahman bersyukur dengan Tuti, ia tak merasa sayang sedikitpun mengeluarkan uang
luar biasa besarnya untuk membuat wanita itu mencintainya.

“Oouughh.. Aku.. Aku.. Mau keluar sayy!!” seru Rahman sambil berkelojotan.

Kontolnya dikemot oleh Tuti sedemikian rupa sehingga membuat seluruh otot
tubuhnya ngilu menahan gelombang nikmat yang akan segera melanda. Tuti
mengeluarkan kontol Rahman dan segera dimasukkannya ke dalam mulut Shanti, gadis
itu membiarkan kontol itu menerobos masuk kedalam mulutnya dan ia mengocoknya
dengan bibirnya, lidahnya berusaha menjilat kontol yang keluar masuk dalam
mulutnya itu.

Sementara Tuti mengemuti pelir Rahman dengan keahliannya, tiba-tiba Rahman
mengeluarkan leguhan keras, tubuhnya kaku dan wajahnya tegang bukan main,
mulutnya ternganga sedangkan matanya terbelalak dan berputar ketika kontolnya
menyemburkan cairan pejuh panas ke dalam mulut Shanti, tubuhnya kejang dan ia
membiarkan kontolnya diam dalam mulut gadis itu, Tuti dengan sigap mengurut dan
mengocok batang kontolnya, biasanya Tuti akan terus mengocok kontol itu dengan
mulutnya sampai Rahman berkelojotan seperti orang sekarat, tapi ia tahu Shanti
baru pertama kali dan belum tahu bagaimana membuat seorang laki-laki mengalami
ejakulasi dashyat yang dapat membuatnya mati kaku. Jadi Tuti membantu dengan
mengurut batang kontol Rahman dan membuat laki-laki itu menggeram dashyat
seperti singa.

Shanti merasa mulutnya penuh dengan cairan lengket, ia tak ingin menelannya jadi
ia mengeluarkan dari sela-sela bibirnya walaupun ia tahu sebagian sudah
tersembur masuk ke dalam kerongkongannya. Jantungnya berdebar melihat Tuti
dengan lahap menjilati setiap lelehan pejuh yang keluar dari mulutnya.

“Telan Shan.. Enak kok.. Mmhh.. Sllrrpp.. Mmmhh..” Tuti menjilati cairan kental
keputihan itu. Dan Tuti dengan cepat menelanjangi Shanti, sehingga Shanti benar-benar
berlutut tanpa selembar benangpun ditubuhnya dan wanita itu juga sudah telanjang
bulat dan bahkan kini Tuti berdiri dan menyodorkan memeknya pada Shanti.

Shanti hendak berpindah menggumuli memek Tuti tapi Rahman masih membiarkan
kontolnya dalam mulut gadis itu. Shanti mengeluarkan kontol Rahman dan menjilati
pejuh yang menempel disana, ia mengemut kontol Rahman, sekarang ia merasa suka
dengan rasanya, ternyata untuk menjadi biasa cepat sekali apalagi kalau memang
ternyata enak.

Memek Tuti digesek-gesek di wajah Shanti dan Shanti menyelipkan hidungnya di
memek Tuti serta mengendusnya, hhmm nikmat sekali baunya, pikir Shanti. Ia
menjulurkan lidahnya dan mengorek-ngorek liang memek Tuti yang sudah licin dan
banjir. Tangan kanan Shanti sibuk mengocok kontol Rahman, tapi kontol itu lemas
tidak bangun kembali. Rahman meringis kesakitan karena kocokan Shanti yang tidak
berpengalaman, mulutnya sedang dilumat oleh Tuti, ia tidak mau melepaskan
lumatan Tuti hanya untuk meringis, karena semua yang diberikan Tuti padanya
adalah istimewa, dan belum pernah seumur hidupnya Rahman mendapatkan wanita
seperti Tuti.

Pelan-pelan mereka beringsut dan akhirnya mereka bertiga bergumul di ranjang.
Rahman sibuk melumat mulut Shanti, ternyata gadis itu masih tidak berpengalaman
sama sekali, lumatan bibirnya masih jauh dibanding Tuti. Tapi kontolnya sudah
tegang seperti baja kembali karena Tuti yang mengocoknya.

“Mau cobain rasanya memek Shanti Mas?” desis Tuti.

Rahman mengangguk, ia mengidam-idamkannya dan dari tadi sore serta ia juga
memimpikannya. Tuti menyuruh Shanti memberikan memeknya tapi Shanti malu, Tuti
menariknya sehingga pelan-pelan Shanti bergeser sampai tubuhnya di atas Rahman
dan ia menungging diatas wajah Rahman. Tuti mendorong pantat Shanti supaya turun
dan pelan-pelan Shanti menurunkan pantatnya, tiba-tiba ia mengerang ketika lidah
kasar Rahman dan berewoknya menyapu memeknya yang sempit menimbulkan sensasi
yang tidak terkirakan nikmatnya. Shanti merasa orgasme padahal belum diapa-apakan.
Sekarang ia meliuk-liuk seperti penari ular ketika lidah Rahman menjelajahi
bibir memeknya dan menyapu itilnya dengan kasar. Geli dan nikmat bukan main.

Tuti melihat lendir memek Shanti berjatuhan seperti tirai air terjun dan ia
bersama Rahman menjilati lendir itu, sesekali ia meludah kedalam mulut Rahman
dan laki-laki itu segera menikmati air liurnya. Tuti menjilati liang anus Shanti
dari atas dan lidahnya menusuk-nusuk lubang itu dengan ganas. Shanti mengerang,
merintih, menjerit histeris karena gelombang orgasme melandanya tanpa ampun
membuat perutnya mulas serta membuatnya ingin kencing. Shanti merasakan memeknya
benar-benar disedot oleh Rahman sehingga mengeluarkan suara keras, lalu ia
merasa air kencingnya keluar sedikit, ia malu dan berharap Rahman tidak
menyadarinya. Tapi Rahman tahu, Tuti pun tahu bahwa Shanti sampai terkencing-kencing
saking nikmatnya.

“Ayo Shan kencing saja Shan.. Mmmhh.. Enak sekali kencing kamu” gerang Rahman
sambil memainkan itil Shanti dengan lidahnya. Shanti tidak berdaya, dan ia tak
kuasa menahannya lagi, ia hanya punya pilihan menderita karena menahan kencing
atau menerima kenikmatan yang sedang diambang perasaannya.

“Aduh nggak kuat! Aaakkhh.. Mbaakk!” Shanti merengek sambil mengocok kontol
Rahman yang licin karena lendir.

Air seninya menyemprot keluar dari lubang kencingnya, memancar menyemprot wajah
Rahman dan Tuti. Panas dan berbau pesing, Tuti memejamkan matanya dan membuka
mulutnya sehingga air kencing Shanti masuk kedalam mulutnya dan keluar lagi
jatuh kedalam mulut Rahman. Mereka meminum air kencing Shanti yang masih perawan,
air kencing yang tidak banyak dan kekuningan tapi sensasinya membuat Rahman
melayang, ia merasakan asin dan pahit ketika air kencing gadis itu membasahi
tenggorokannya. Tuti malah dengan liar dan lahap meminum dan menjilati air
kencing yang jatuh membasahi wajah Rahman kemudian membasahi ranjang mereka,
untung Tuti sudah menjaga-jaga, tadi sore ia sudah memasang karpet karet dalam
sprei, ia yakin akan terjadi permainan dashyat malam ini dan sekarang terbukti.

Rahman sangat menyukai cairan memek Shanti, ada bau khas seperti punya Tuti tapi
ia tetap berpendapat cairan memek Tuti lebih enak dan lebih asin serta kental
dan baunya-pun lebih keras daripada punya perawan ini. Rahman merasa kontolnya
sudah tak sabar lagi ingin mencari korban, Tuti ingin mengulumnya tapi ia
menghindar, ia tidak akan bertahan lama jika dikulum oleh Tuti dan itu membuat
Tuti terkikik kegelian.

“Takut? Hi hi hi..” Rahman tersenyum kecut dengan brewok yang berlumuran lendir
memek Shanti.

Ia menarik Tuti agar menggantikan Shanti. Tuti beringsut. Ia berbisik pada
Shanti, gadis itu menggeleng.

“Coba saja Shan, enak bukan main. Memang pertama-tama akan perih tapi kamu akan
segera merasa enak..” kata Tuti.

Shanti diam dan ia pasrah ketika Tuti pelan-pelan membaringkannya terlentang
diatas ranjang yang besar itu. Rahman bangun dan menggumulinya, teteknya dikulum
oleh laki-laki itu, tapi remasan Rahman ternyata lembut dan menimbulkan berahi.
Padahal tadi Shanti melihat bagaimana laki-laki itu mengulum tetek Tuti, membuat
wanita itu meringis. Tapi terhadap dirinya Rahman lembut sekali bahkan Shanti
merasa enak sekali teteknya disedot-sedot seperti itu. Lalu ia melihat kebawah
dan dilihatnya Tuti merenggangkan pahanya lalu memegang kontol Rahman yang sudah
keras seperti kayu.

Perlahan-lahan kontol itu turun, tapi sebelum menyentuh memeknya ia melihat Tuti
menyelomoti kontol itu sebentar dan itu membuat Rahman menjerit seperti
tersentak, wanita itu terkekeh-kekeh senang, lalu Tuti mulai menempelkan kepala
kontol Rahman kebibir memek Shanti yang sudah banjir hebat. Pelan-pelan kontol
itu mulai masuk sesenti demi sesenti sampai terdengar raungan Shanti.

“Aaakkhh.. Sakiitt.. Uuuhh Mbaakk.. Ampuunn..” Shanti merintih keras ketika
kontol Rahman mendesak terus, ia berkelojotan sambil berontak.

Lalu ia merasa lega ketika kontol itu diam dan pelan-pelan memompa tapi tidak
turun lagi, gadis itu meriang mendapati kenikmatan melandanya dengan pompaan
yang diberikan Rahman. Shanti mendesis-desis seperti orang kepedasan. Tuti
memainkan itil Shanti membuat Shanti kejang-kejang, lalu Rahman kembali menusuk,
kali ini dengan cepat dan keras.

“Aduuhh.. Ampuunn!! Sakiitt!! Mati aku mbaakk!!” teriak Shanti histeris ketika
merasakan lubang memeknya seolah-olah robek dan meledak, perih bukan main dan
panas merayapi tubuhnya.

Matanya terbelalak, keringatnya keluar sebesar butian jagung. Jari-jarinya
mencakar punggung Rahman, tapi sang kontol sudah tertanam dalam memek Shanti dan
Rahman mulai mengangkat perlahan diiringi jeritan Shanti, gadis itu hendak
pingsan, sakit sekali, setiap kali laki-laki itu menusuk atau mencabut
dirasakannya kenyerian disekeliling memek dan perutnya.

“Tahan Shan, nanti kamu akan keenakan” bisik Tuti.

Setelah beberapa saat, apa yang dikatakan Tuti ternyata benar. Shanti merintih
dan mengerang karena kenikmatan. Rahman merasakan hal yang sama pada kontolnya.
Ia merasa kontolnya seperti diremas dan dicengkram oleh gadis itu, Rahman benar-benar
merasa beruntung, setua ini ia masih mendapatkan perawan! Rahman menghisapi
tetek Shanti bergantian dan ia merasakan pentil kecil itu keras dalam mulutnya.

Rahman merasa menang karena ia membuat Shanti menjerit dan berteriak histeris
terus menerus tatkala gadis itu mendapatkan orgasmenya, dengan Tuti ia tidak
pernah menang, memang dulu pertama kali Tuti menjerit-jerit seolah-olah orgasme
tapi akhirnya Rahman tahu itu hanya pura-pura saja, Tuti hanya bisa orgasme
kalau memek dan liang anusnya dijilati atau dikocok dengan sesuatu, seperti
kontol-kontolan yang bergetar atau dildo karet yang berbuku-buku dan Rahman
melarang Tuti memberikan rintihan palsu sewaktu mereka sedang bersetubuh, ia tak
ingin kepalsuan dan dengan ksatria ia mengakui tidak dapat mengalahkan Tuti,
selalu saja ia yang terjerambab kalah.

“Oommhh.. Aduh Mbak, aku nggak sanggup lagi Mbaak!” Shanti mengeluh, tubuhnya
bersimbah peluh dan ia merasa melayang karena lautan kenikmatan yang terus
melandanya.

Tuti tidak mau mendengarkannya karena wanita itu juga sedang dilanda nafsu yang
luar biasa, ia menyurukkan kepalanya dan menjilati liang anus Rahman lalu
beberapa saat jika ingin keluar ia mencabut kontolnya dan Tuti segera
menyelomotinya dengan kasar supaya laki-laki itu tidak orgasme lalu Tuti akan
menyuruk kememek Shanti dan menjilati cairan yang menggenang bercampur dengan
darah perawan gadis itu sampai bersih, ia juga menjilati cairan yang mengalir ke
liang anus Shanti, ia menghisap dan menelan cairan itu dengan penuh nafsu, baru
Rahman memasukkan kembali kontolnya dan memompa Shanti kembali. Tuti juga
mencapai orgasme karena merasa terangsang dengan ulahnya, ia merasa seperti
binatang, ia merasa seperti budak yang harus membersihkan semua cairan berahi
Rahman dan Shanti dan itu membuatnya sangat terangsang.

Lalu Tuti mengatur posisi Shanti, ia menyuruh gadis itu menungging dan Rahman
menyetubuhinya dari belakang, sedangkan Tuti menyurukkan tubuhnya kebawah Shanti
dan mengemut itil gadis itu sementara Rahman memompa dengan irama pelan. Kali
ini Shanti terbelalak dan gemetaran karena kenikmatan yang datang jauh lebih
dashyat daripada tadi. Mulut Shanti keluar erangan, ia merasakan itilnya diputar-putar
didalam mulut Tuti dan ia merasakan daging yang menyesakkan liang memeknya
seperti membuatnya ingin kencing lagi, ia menjerit-jerit histeris dengan tubuh
berkelojotan seperti gadis yang tengah sekarat. Dan Shanti seperti gila
membenamkan wajahnya keselangkangan Tuti, lidahnya dengan liar mengorek-ngorek
liang memek wanita itu dan menjilati cairan kental yang berlumuran disana. Mulut
Shanti terasa asin dan tubuhnya terasa lengket oleh keringat.

“Sudah Oom.. Ampun.. Aduh.. Nggak kuat lagi akuu!” jerit Shanti dan ia terkulai
menindih tubuh Tuti.

Rahman mencabut kontolnya dan dari dalam memek Shanti mengalir cairan encer
bening banyak sekali. Tuti dengan lahap menjilati cairan itu bahkan Rahman tak
segan-segan menjilati liang anus Shanti dengan penuh nafsu. Kontolnya yang keras
bagi baja itu masih tegak perkasa menunggu sesuatu yang dapat dipasaknya. Tuti
meremas kontol Rahman sambil menghisap memek Shanti. Kemudian Tuti cepat-cepat
mencegah Rahman ketika laki-laki itu hendak mengarahkan kontolnya keliang anus
Shanti. Rahman sadar dan buru-buru mengurungkan niatnya. Tuti tidak dapat
membayangkan bagaimana Shanti menerima tusukan kontol Rahman diliang duburnya,
pasti gadis itu akan meraung-raung kesakitan luar biasa.

“Sekarang giliran aku manis..” desis Tuti. Lalu ia tidur terlentang dan
mengangkat kedua kakinya terlipat ke wajahnya sehingga memek dan liang anusnya
menghadap keatas.

Shanti segera menyelomoti liang memek Tuti dengan rakus. Ia mengocok memek Tuti
dengan jarinya dan membuat wanita itu berkelojotan, Tuti dapat orgasme bila
dengan Shanti karena ia sangat menikmati waktunya dengan gadis itu. Shanti mulai
menjilati liang anus Tuti sedangkan wanita itu menyelomoti kontol Rahman. Tuti
menyelomoti dengan kasar, ia membiarkan sesekali kontol Rahman mengenai giginya
dan Rahman senang karena wanita itu tidak akan membuatnya keluar dengan cepat.
Ia tahu keinginan Tuti, ia tahu Tuti ingin dipompa dan Rahman senang sekali.
Kontolnya tidak lemas karena ia sangat terangsang melihat keliaran Shanti
melumat liang anus Tuti dengan rakus, Rahman sekarang makin bersyukur
mendapatkan dua perempuan yang punya nafsu besar, semula ia tidak menyangka
gadis muda itu akan mudah didapatkan, ternyata memang Tutilah yang memegang
peranan.

“Jilat dalamnya Shan, .. Oooh bersihkan.. Terus.. Aduh enak sekali Shan.. Emut
terus Shan” desis Tuti, Shanti menusuk-nusukan lidahnya di liang anus wanita itu
dan sesekali lidahnya terjepit sampai dalam, kemudian ditusuk-tusukannya dan
membuat Tuti tersentak-sentak.

Kemudian Shanti melihat Rahman mendekati dan mengarahkan kontolnya. Tapi Shanti
kaget ketika kontol Rahman pelan-pelan menusuk keliang anus Tuti. Shanti
memandang Tuti, dan wanita itu mengedipkan matanya. Tuti mengejan sedikit dan
blup! Kontol Rahman melesak masuk kedalam liang itu. Shanti terpana ketika
melihat Rahman mengayun maju mundur memompa liang anus Tuti, pompaan yang
berirama dan ada lendir yang keluar bersama pompaan kontol Rahman.

“Shan, jilat Shan.. Ooohh.. Terus.. Aaakkhh..” Tuti merasa orgasme ketika
melihat dengan tanpa merasa jijik Shanti menjilati lendir yang keluar dari liang
anusnya dan bahkan Rahman mencabut kontolnya dan Shanti seperti sudah tahu
langsung menghisap dan menyelomoti kontol itu.

Shanti sama sekali tidak jijik karena kalau itu liang anus Tuti, apapun diminta
Tuti ia akan melakukannya karena Shanti sadar bahwa yang dikatakan Tuti selalu
benar. Shanti merasakan cairan asin dan berbau tapi ia menikmatinya. Bahkan
beberapa kali ia memaksa kontol Rahman dicabut supaya ia bisa menghisap dan
membersihkan cairan lengket keputihan itu. Rahman beberapa kali sudah ingin
meledak karena berahi yang mencapai puncak tapi untung setiap kali ada Shanti
yang membuatnya mengurungkan ledakan laharnya dan ia tersenyum senang pada Tuti,
sedangkan Tuti sudah lebih dari dua kali orgasme karena perbuatan Shanti didepan
matanya daripada pompaan kontol Rahman di duburnya.

Ia menarik Shanti dan memaksa melumat mulut gadis itu, Shanti membuka mulutnya
dan membiarkan cairan keputihan yang baru saja dijilat di liang anus Tuti
mengalir jatuh kedalam mulut Tuti. Tuti merintih dan menikmati cairan itu,
kemudian mereka saling membelit dan melumat. Tuti menggoyang berirama dan
membuat Rahman menggerung seperti binatang terluka.

“Aaarrgghh.. Gilaa!!” teriak Rahman.
“Cepat, cepat!” teriak Tuti sambil mendorong Shanti.

Seperti sudah mengetahui apa yang harus dilakukannya Shanti segera menyurukkan
wajahnya dan sedikit terlambat ketika Rahman memuntahkan pejuhnya didalam anus
Tuti tapi laki-laki itu memaksa mencabutnya dan Shanti segera menangkap dengan
mulutnya. Rahman memompanya dalam mulut Shanti seperti orang kesetanan dan
cairan yang keluar seperti tidak ada habis-habisnya, Shanti kali ini menelan
cairan itu, sebagian disekanya dengan tangannya kemudian disodorkan kepada Tuti
dan wanita itu menjilat cairan itu dengan lahap.

Rahman berkelojotan seperti akan putus nyawanya, mulutnya mengeluarkan suara
seperti orang sekarat. Ia benar-benar puas. Shanti menyelomoti kontolnya dengan
ahli sekarang. Ia bisa merasakan jalaran lidah gadis itu menyapu permukaan topi
bajanya dan keleher kontolnya yang paling peka, membuatnya melayang-layang dalam
perasaan aneh yang membuat tubuhnya panas meriang. Setelah agak lama Rahman
tumbang diatas ranjang.

“Aku bisa gila..” desahnya.

Rahman memandang Shanti yang sedang menjilati cairan pejuh di anus Tuti, ia
bahkan mengorek-ngorek liang anus Tuti dengan lidahnya dan itu membuat Tuti
menjerit-jerit kenikmatan dan kegelian, tapi Shanti seperti kesetanan dengan
perbuatan joroknya. Shanti tidak peduli apa yang dijilatnya, ia hanya merasa ada
sensasi aneh dengan melakukannya, ia merasa hebat dan ia merasa terangsang bukan
main dengan apa yang diperbuatnya.

Shanti betul-betul pembersih, ia membuat liang memek dan anus Tuti berkilat
karena jilatannya. Tak ada setetes-pun lendir disana kecuali bekas jilatan-jilatan
lidahnya. Shanti puas dengan pekerjaannya. Ia memandang Tuti dengan penuh cinta
ketika wanita itu menurunkan kakinya. Tuti merasa kakinya hendak copot karena
pegal dan perutnya keram, tapi ia tersenyum letih pada Shanti. Ia membelai
kepala gadis itu kemudian mereka saling melumat dan berpelukan dalam senyap,
sementara Rahman dengan mulut ter-nganga mendengkur seperti babi.

“Aku cinta sama Mbak” bisik Shanti. Tuti tersenyum lembut.
“Aku juga mencintaimu Shan, kamu segalanya buatku” bisiknya.
“Jangan tinggalkan saya Mbak” Tuti menggeleng dalam diam. Tidak akan, pikirnya.
Tidak akan pernah! Shanti menyusupkan kepalanya di payudara Tuti dan tidur lelap
dalam kelelahan..

*****

“Wah segar sekali kamu kelihatannya?” kata Tuti sambil duduk disamping Shanti.

Gadis itu sedang melamun diteras belakang rumah Tuti sambil memandang kolam
renang. Shanti terkejut sebentar tapi tersenyum manis. Wajahnya bersih dan segar,
rambutnya yang panjang dibiarkan terurai dan pagi itu Shanti benar-benar cantik
sekali. Ia memakai daster warna kuning dengan bunga-bunga kecil di bagian dada.

“Wah Mbak juga kelihatan cantik sekali!” seru Shanti.

Tak lama kemudian seorang wanita tua yang dikenal dengan mbok Iyem menaruh kopi
susu dan roti panggang di meja kecil dihadapan mereka.

“Melamunin semalam ya?” bisik Tuti setelah pembantunya pergi. Shanti mencubit
perut Tuti, membuat wanita itu tekikik geli.
“Aaahh Mbak! Malu nih..” rengek Shanti. Tuti tertawa lagi.
“Kok malu? Itu biasa kok, semua orang juga pasti melakukannya” kata Tuti sambil
menyerahkan kopi susu kepada gadis itu.
“Tapi kan nggak kayak semalam Mbak. Aku malu dan risih sama Mbak..” kata Shanti.

Ia menghirup kopi susunya. Tuti tersenyum sambil minum juga.

“Aku kan sudah bilang, buat aku sama sekali nggak apa-apa. Malah aku senang
sekali kamu juga merasakan kesenangan denganku” jawab Tuti.
“Tetap aku merasa malu, sebab itu kan suami Mbak”
“Jangan berkata seperti itu, yang aku inginkan cuma kebahagiaan dan kesenangan
kita berdua Shan. Rahman memang sangat mencintaiku, dan aku juga sangat
mencintainya, tapi aku juga sangat mencintaimu, kamu kan tahu itu?”
“Tapii.. Ah pokoknya entah bagaimana aku nanti kata orang. Bersetubuh dengan
suami orang dan bersama pula!”
“Ah mana orang yang tahu? Sudahlah, pokoknya aku merasa sangat bahagia” kata
Tuti.

Tuti membelai rambut Shanti.

“Apakah kamu tidak bahagia?”
“Aku bukan main bahagianya Mbak dan aku juga bingung bagaimana aku harus
berterima kasih pada semua kebaikan Mbak” jawab Shanti.
“Jangan berkata begitu sayang, aku malah takut kamu menjadi marah padaku karena
kejadian semalam keperawananmu hilang” kata Tuti sambil memandang Shanti.
“Ah buatku tidak masalah Mbak, yang penting enaakk.. Hi hi hi” Shanti merasa
lucu sendiri, ia sama sekali tidak peduli dengan keperawanannya, masa bodo,
pikirnya. Aku malah merasa aneh dan sangat ketagihan..
“Masih sakit?” tanya Tuti. Shanti menggeleng.
“Nggak, cuma tadi pagi perih waktu mau kencing. Mbak tidurnya enak sekali ya,
tapi kok Oom Rahman udah menghilang sepagi itu?” tanya Shanti.
“Oh itu mah biasa Shan. Bisnisnya terlalu banyak dan seringnya malah jam dua
pagi sudah pergi kalau mau keluar negeri” kata Tuti.
“Wah enak dong ya, Mbak pasti sudah sering keluar negeri”
“Yah hanya ke Singapura dan Malaysia saja, lainnya belum ada kesempatan” jawab
Tuti tertawa.
“Nanti juga pada saatnya kita akan bisa pergi bersama-sama” lanjutnya.
“Wah tadi pagi mulutku baunya bukan main Mbak! Semalam ketiduran padahal belum
gosok gigi” kata Shanti sambil cekikikan. Tuti tertawa juga.
“Aku juga! Uekh, aku pengen muntah saja tadi pagi, hi hi hi..” Tuti membuat
wajahnya terlihat lucu.
“Tapi sekarang sudah nggak lagi kan?” lanjutnya sambil membuka mulutnya dan
mendekatkan pada Shanti. Shanti mencium mulut Tuti dan melumatnya.
“Mmmhh.. Sedaapp..” desisnya.
“Udah ah, ntar kelihatan sama si Mbok bisa pingsan dia melihat kita ciuman
begini” kata Tuti. Mereka tertawa.
“Apakah kamu nggak merasa jijik dengan perbuatan kita semalam?” tanya Tuti ingin
tahu. Shanti memandangnya sambil menggeleng.
“Entahlah, aku malah kepengen lagi Mbak. Padahal tadi pagi aku berpikir betapa
menjijikkannya perbuatan kita semalam, tapi mengapa aku merasa aneh dan
terangsang setiap kali membayangkannya?” Shanti memang merasa bingung.

Tadi pagi ia merasa risih dan malu sekali mendapati dirinya bangun dari tidur
dengan tubuh telanjang bulat diatas tubuh Tuti. Dan ia ingin muntah mendapati
mulutnya bau sekali, tubuhnya berbercak-bercak putih seperti kerak dan ia yakin
itu pejuh atau lendir Tuti atau bahkan miliknya sendiri.

Tapi anehnya ia malah tersenyum waktu itu dan merasa jantungnya berdebar ketika
membersihkan kerak-kerak itu dan merasakan kerak itu menjadi lendir kembali
sewaktu kena air. Ia malah mencicipinya lagi sambil membayangkan apa yang
dilakukannya semalam. Mungkin kalau menurut adat kampung perbuatannya semalam
sudah termasuk katagori gila atau perempuan laknat, bersetubuh dengan suami
orang, menciumi anus sesama jenis bahkan menjilatinya, oh itu sungguh bisa
menimbulkan masalah yang luar biasa besarnya jika diketahui orang tuanya. Untung
orang tuanya berada jauh sekali dari sini.

“Heh! Melamun lagi!” seru Tuti.
“Oh eh.. Ih Mbak ngagetin melulu!”
“Mikirin apa lagi?” tanya Tuti.
“Mikirin semalam kok Mbak mau saja sih ditusuk di pantat?” tanya Shanti. Tuti
mengerling pura-pura marah.
“Kamu ini jorok ya, pagi-pagi sudah ngomong gituan..”
“Aaahh.. Ayo dong Mbak” rengek Shanti. Tuti mencubit pipi gadis itu.
“Ya mau saja, wong buatku enak sekali kok” jawab Tuti.
“Lho? Kan sakit Mbak?”
“Ndak lagi, malah aku sering sekali ngecret kalo dientot pantatku” jawab Tuti
seenaknya.
“Dulu pertama kali memang sakit, tapi lama-lama malah enak, seperti mau berak
rasanya. Rasanya mulas sewaktu kontol masuk kedalam sana”
“Astaga! Mbak ih, jorok..”
“Enaakk.. Kan kamu dulu yang mulaiin ngomong jorok” Tuti tersenyum genit.
“Sekali-kali aku pengen juga dientot di sana Mbak” kata Shanti tiba-tiba.
“Nanti juga kesampaian, dan kamu bisa ketagihan nanti. Apalagi kalau kita
dientot dari depan dan belakang, wah rasanya semua laki-laki jadi budak nafsu
kita. Kita bisa mati keenakan Shan!” kata Tuti. Shanti melotot.
“Gila! Masak ditusuk dari depan dan belakang?” Tuti baru mendengarnya lagi.
“Iya, dulu sekali aku pernah dientot 6 laki-laki Shan. Satu menusuk pantatku
sambil nungging, sedangkan aku mengentoti kontol laki-laki dibawahku dengan
memekku dan mulutku dientot dua kontol, dan dua kontol lagi mengentoti ketekku,
wah aku merasa seperti mesin pejuh Shan, mereka semua menyemburkannya dimulutku,
dipantatku, di memekku, di ketekku, di tetekku, di perut, di kaki, di paha, di
wajah serta di rambutku!” Cerita Tuti kebablasan.

Shanti tegang sekali sehingga napasnya memburu. Ia terkejut mendapati Tuti
begitu berpengalaman dengan laki-laki.

“Emang dulu Mbak.. “
“Ya aku dulu pelacur Shan. Pelacur idaman setiap laki-laki, bukan sombong, tapi
penghasilanku dulu besar sekali. Karena aku selalu memuaskan setiap laki-laki
dan aku selalu menuruti apa yang mereka inginkan. Kamu akan tahu laki-laki itu
punya fantasi yang gila Shan. Mereka kebanyakan membayangkan kita-kita ini
seperti binatang peliharaan mereka..” cerita Tuti lagi.

Shanti tegang mendengarkan.

“Dan kebetulan aku juga maniak seks, jadi aku juga merasa enak sekali, nafsu
berahiku besar sekali Shan. Dulu aku begitu menghayati pekerjaanku, bayangkan
saja, sudah dientot enak dapat uang pula!” lanjut Tuti.
“Mbak hebat sekali! Aku tidak pernah membayangkan Mbak jadi pelacur lho!” seru
Shanti.
“Ssstt.. Pelan-pelan dong, kedengaran orang mati aku!” desis Tuti. Mereka
tertawa.
“Tapi ada juga nggak enaknya, tapi umumnya aku puas dengan apa yang kuhasilkan
dulu dan sekarang lebih enak lagi. Mendapatkan suami kaya dan gadis cantik
seperti kamu yang..” Tuti menggantung kalimatnya.
“Yang apa?”
“Ah nggak jadi deh..”
“Aaahh ayo doongg..”
“Yang siap dientot dan mengentot!” bisik Tuti.

Shanti menjerit sambil mencubiti Tuti, mereka saling cubit mencubit sambil
cekikikan. Tuti memang merasa bersyukur bukan main dengan keadaannya sekarang,
tapi Shanti juga sangat bersyukur dengan apa yang didapatnya sekarang. Jadi
kurang apa lagi?

“Ehh Mbak, nanti malam kalo Oom Rahman pulang kita lakukan hal yang semalam
yuukk..?” kata Shanti memecahkan lamunan Tuti.
“Ahh.. Kamu masa sih tadi malam belum puas??”
“Aaahh.. Ayo doongg.. Mbak khan Shanti mau ngobain dientot lewat anus, seperti
Mbak semalam?”
“Memangnya kamu udah siap dientot di pantat?? tanya Tuti meragukan perkataan
Shanti.”
“Aku khan mau nyobain Mbak, abis Shanti lihat semalam Mbak sangat keenakkan sihh..?”
“Shan apa kamu engga takut sama kontolnya Oom Rahman? Khan kontolnya Oom Rahman
besar sekali. Nanti anusmu bisa jebol lohh..!!?” kata Tuti meyakinkan
kesungguhan Shanti.
“Engga aku sama sekali engga takut, masa kontol itu di anus Mbak bisa masuk di
anus Shanti engga bisa??”
“Yaa bisa sihh.., tapi pertama-tama musti sedikit dipaksakan, dan lagi waktu
pertama kali masuk wahh.. Sakitnya bukan main lohh..?”
“Tapi abis itu enak khan Mbak??”
“Iya sih, yaa kurang lebih sama lah waktu kamu kesakitan semalam, malahan bisa
lebih sakit ke anus?”
“Pokoknya Shanti mau nyoba, tapi Mbak ajarin yaa..!!” Shanti memohon ke Tuti.
“Yaa udah bersiaplah nanti malam?”

Waktu terus berlalu, akhirnya malam-pun tiba. Shanti dan Tuti keduanya menunggui
Rahman di ruang tamu. Mereka duduk-duduk disana sambil makan kue-kue kecil.
Akhirnya pada jam 9.20 terdengar suara klakson mobil.

“Shan itu Oom Rahman pulang?” teriak Tuti.
“Ayu Mbak kita kedepan membukakan pintu?” kata Shanti sambil beranjak dari
duduknya.

Lalu Tuti pun mengikutinya dari belakang. Setelah Rahman memarkir mobilnya di
garasi, Tuti menutup pagar, lalu mereka bertiga masuk kedalam. Ketiganya
langsung menuju ke kamar yang sudah disiapkan oleh Tuti.

Sesampainya disana Rahman langsung mencopot pakaiannya, terus ia beranjak ke
kamar mandi untuk mandi. Sementara itu Shanti menunggunya dengan hati berdebar-debar.
Sambil menunggu Rahman mandi, Tuti menyetel film biru. Shanti semakin terangsang
melihat adegan-adegan pada film tersebut. Ia merasakan itilnya berdenyut-denyut,
puting susunya mengeras. Melihat perubahan wajah dari gadis tersebut, Tuti yang
sangat berpengalaman langsung saja melumat bibir gadis itu.

Perlahan-lahan Tuti mulai melepaskan pakaian Shanti. Gadis itu malah ikut
membantu mengangkat pantatnya ketika Tuti melepaskan pakaiannya. Lalu setelah ia
melepaskan pakaian gadis itu, ia-pun segera melepaskan pakaiannya. Akhirnya
mereka berdua telanjang diatas ranjang tanpa mengenakan sehelai benang-pun.
Bibir mereka saling melumat, tangan mereka saling meraba bagian-bagian sensitif,
sehingga membuat mereka lebih terangsang.

Pada saat rangsangan mereka mencapai puncaknya, tiba-tiba Rahman keluar dari
kamar mandi dengan lilitan handuk yang menutupi kemaluannya. Segera saja kedua
perempuan tersebut menyambut Rahman, mereka melepaskan handuk yang melilit di
pinggangnya, lalu Shanti dengan rakus langsung mengemut kontol laki-laki
tersebut. Sementara itu Tuti sibut menjilati buah zakarnya. Lalu Tuti mengajak
mereka semua pindah keranjang. Kemudian Rahman mencium belakang telinga Shanti
dan lidahnya bermain-main di dalam kupingnya. Hal ini menimbulkan perasaan yang
sangat geli, yang menyebabkan badan Shanti mengeliat-geliat. Mulut Rahman
berpindah dan melumat bibir Shanti dengan ganas, lidahnya bergerak-gerak
menerobos ke dalam mulut gadis itu dan menggelitik-gelitik lidahnya.

“Aaahh.., hmm.., hhmm”, terdengar suara menggumam dari mulut Shanti yang
tersumbat oleh mulut Rahman.

Mulut Rahman sekarang berpindah dan mulai menjilat-jilat dari dagu Shanti turun
ke leher, kepala gadis belia itu tertengadah ke atas dan badan bagian atasnya
yang terlanjang melengkung ke depan, ke arah Rahman, payudaranya yang kecil
mungil tapi bulat kencang itu, seakan-akan menantang ke arah lelaki setengah
baya tersebut.

Laki-laki itu langsung bereaksi, tangan kanannya memegangi bagian bawah payudara
gadis tersebut, mulutnya menciumi dan mengisap-isap kedua puting itu secara
bergantian. Mulanya buah dada Shanti yang sebelah kanan menjadi sasaran mulutnya.
Buah dada Shanti yang kecil mungil itu hampir masuk semuanya ke dalam mulut
Rahman yang mulai mengisap-isapnya dengan lahap. Lidahnya bermain-main pada
puting buah dada Shanti yang segera bereaksi menjadi keras. Terasa sesak napas
Shanti menerima permainan Rahman yang lihai itu. Badan Shanti terasa makin lemas
dan dari mulutnya terus terdengar erangan,

“Ssshh.., sshh.., aahh.., aahh.., sshh.., sshh.., aduh Mbak aku engga kuat, sshh..,
enaak.. Oom”, mulut Rahman terus berpindah-pindah dari buah dada yang kiri, ke
yang kanan, mengisap-isap dan menjilat-jilat kedua puting buah dadanya secara
bergantian. Badan Shanti benar-benar telah lemas menerima perlakuan ini. Matanya
terpejam pasrah dan kedua putingnya telah benar-benar mengeras. Sementara itu
Tuti terus bermain-main di paha Shanti yang mulus itu dan secara perlahan-lahan
merambat ke atas dan, tiba-tiba jarinya menyentuh bibir kemaluan Shanti.

Segera badan Shanti tersentak dan, “Aaahh.., oohh.., Mbaak..!”.

Mula-mula hanya ujung jari telunjuk Tuti yang mengelus-elus bibir kemaluannya.
Muka Shanti yang ayu terlihat merah merona dengan matanya yang terpejam sayu,
sedangkan giginya terlihat menggigit bibir bawahnya yang bergetar. Kedua tangan
Tuti memegang kedua kaki gadis itu, bahkan dengan gemas ia mementangkan kedua
belah pahanya lebar-lebar. Matanya benar-benar nanar memandang daerah di sekitar
selangkangan Shanti yang telah terbuka itu.

Nafas perempuan itu terdengar mendengus-dengus memburu. Shanti merasakan
badannya amat lemas serta panas dan perasaannya sendiri mulai diliputi oleh
suatu sensasi yang mengila, apalagi melihat tubuh Rahman yang besar berbulu
dengan kemaluannya yang hitam, besar yang pada ujung kepalanya membulat
mengkilat dengan pangkalnya yang ditumbuhi rambut yang hitam lebat terletak
diantara kedua paha yang hitam gempal itu. Sambil memegang kedua paha Shanti dan
merentangkannya lebar-lebar, Tuti membenamkan kepalanya di antara kedua paha
Shanti. Mulut dan lidahnya menjilat-jilat penuh nafsu di sekitar kemaluan gadis
belia tersebut yang yang masih rapat, tertutup rambut halus dan tipis itu.

Shanti hanya bisa memejamkan mata, “Ooohh.., nikmatnya.., oohh!”, Shanti
menguman dalam hati, sampai-sampai tubuhnya bergerak menggelinjang-gelinjang
kegelian.
“Ooohh.., hhmm!”, terdengar rintihan halus, memelas keluar dari mulutnya.
“Mbaakk.., aku tak tahan lagi..!”, Shanti memelas sambil menggigit bibir.

Sungguh Shanti tidak bisa menahan lagi, dia telah diliputi nafsu birahi,
perasaan nikmat yang melanda di sekujur tubuhnya akibat serangan-serangan
mematikan yang dilancarkan Tuti dan Rahman yang telah bepengalaman itu. Namun
rupanya mereka berdua itu tidak peduli dengan keadaan Shanti yang telah orgasme
beberapa kali itu, bahkan mereka terlihat amat senang melihat Shanti mengalami
hal itu. Tangannya yang melingkari kedua pantat Shanti, kini dijulurkan ke atas,
menjalar melalui perut ke arah dada dan mengelus-elus serta meremas-remas kedua
payudara Shanti dengan sangat bernafsu. Menghadapi serangan bertubi-tubi yang
dilancarkan Rahman dan Tuti ini, Shanti benar-benar sangat kewalahan dan
kamaluannya telah sangat basah kuyup.

“Mbaakk.., aakkhh.., aakkhh!”, Shanti mengerang halus, kedua pahanya yang
jenjang mulus menjepit kepala Tuti untuk melampiaskan derita birahi yang
menyerangnya, dijambaknya rambut Tuti keras-keras.

Gadis ayu yang lemah lembut ini benar-benar telah ditaklukan oleh permainan Tuti
dan laki-laki setengah baya yang dapat sangat membangkitkan gairahnya. Tiba-tiba
Tuti melepaskan diri, kemudian bangkit di depan Shanti yang masih tertidur di
tepi ranjang, ditariknya Shanti dari atas ranjang dan kemudian Rahman disuruhnya
duduk ditepi ranjang. Kemudian kedua tangan Tuti menekan bahu Shanti ke bawah,
sehingga sekarang posisi Shanti berjongkok di antara kedua kaki berbulu lelaki
tersebut dan kepalanya tepat sejajar dengan bagian bawah perutnya.

Shanti sudah tahu apa yang diinginkan kedua orang tersebut, namun tanpa sempat
berpikir lagi, tangan Rahman telah meraih belakang kepalanya dan dibawa
mendekati kontol laki-laki tersebut. Tanpa melawan sedikitpun Shanti memasukkan
kepala penis Rahman ke dalam mulutnya sehingga kontol tersebut terjepit di
antara kedua bibir mungil Shanti, yang dengan terpaksa dicobanya membuka mulut
selebar-lebarnya, Lalu Shanti mulai mengulum alat vital Rahman dalam mulutnya,
hingga membuat lelaki itu merem melek keenakan.

Benda itu hanya masuk bagian kepala dan sedikit batangnya saja ke dalam mulut
Shanti yang kecil, itupun sudah terasa penuh benar. Shanti hampir sesak nafas
dibuatnya. Kelihatan ia bekerja keras, menghisap, mengulum serta mempermainkan
batang itu keluar masuk ke dalam mulutnya. Terasa benar kepala itu bergetar
hebat setiap kali lidah Shanti menyapu kepalanya. Sementara itu Tuti sibuk
menjilati buah peler laki-laki tersebut. Kadang lidahnya menyapu anus suaminya
itu.

Beberapa saat kemudian Rahman melepaskan diri, ia mengangkat badan Shanti yang
terasa sangat ringan itu dan membaringkan di atas ranjang dengan pantat Shanti
terletak di tepi ranjang, kaki kiri Shanti diangkatnya agak melebar ke samping,
di pinggir pinggang lelaki tersebut. Kemudian Rahman mulai berusaha memasuki
tubuh Shanti. Tangan kanan Rahman menggenggam batang penisnya yang besar itu dan
kepala penisnya yang membulat itu digesek-gesekkannya pada klitoris dan bibir
kemaluan Shanti, hingga Shanti merintih-rintih kenikmatan dan badannya tersentak-sentak.
Rahman terus berusaha menekan kontolnya ke dalam kemaluan Shanti yang memang
sudah sangat basah itu, akan tetapi sangat sempit untuk ukuran penis Rahman yang
besar itu.

Pelahan-lahan kepala penis Rahman itu menerobos masuk membelah bibir kemaluan
Shanti. Ketika kepala penis lelaki setengah baya itu menempel pada bibir
kemaluannya, Shanti merasa kaget ketika menyadari saluran vaginanya ternyata
panas dan basah. Kemudian Rahman memainkan kepala penisnya pada bibir
kemaluannya yang menimbulkan suatu perasaan geli yang segera menjalar ke seluruh
tubuhnya.

Dalam keadaan seperti itu, dengan perlahan Rahman menekan pantatnya kuat-kuat ke
depan sehingga pinggulnya menempel ketat pada pinggul Shanti, rambut lebat pada
pangkal penis lelaki tersebut mengesek pada kedua paha bagian atas dan bibir
kemaluan Shanti yang makin membuatnya kegelian, sedangkan seluruh batang
penisnya amblas ke dalam liang vagina Shanti.

Dengan tak kuasa menahan diri, dari mulut Shanti terdengar jeritan halus
tertahan, “Aduuh!, oohh.., aahh”, disertai badannya yang tertekuk ke atas dan
kedua tangan Shanti mencengkeram dengan kuat pinggang Rahman. Perasaan sensasi
luar biasa bercampur sedikit pedih menguasai diri Shanti, hingga badannya
mengejang beberapa detik.

Melihat keadaan itu, dengan sigap Tuti langsung menuju ke payudara gadis itu.
Dikulumnya payudara Shanti yang sebelah kiri dengan mulutnya, lidahnya sibuk
menyentik-yentik putingnya yang telah keras dan runcing itu. Sementara tangannya
yang kanan sibuk memilin-milin puting susu yang sebelah kiri. Shanti semakin
menggeliat. Kemudian Tuti pun berpindah ke puting sebelahnya. Perasaannya campur
aduk, antara pedih dan nikmat.

Rahman cukup mengerti keadaan Shanti, ketika dia selesai memasukkan seluruh
batang penisnya, dia memberi kesempatan kemaluan Shanti untuk bisa menyesuaikan
dengan penisnya yang besar itu. Shanti mulai bisa menguasai dirinya. Beberapa
saat kemudian Rahman mulai menggoyangkan pinggulnya, mula-mula perlahan,
kemudian makin lama semakin cepat. Seterusnya pinggul lelaki setengah baya itu
bergerak dengan kecepatan tinggi diantara kedua paha halus gadis ayu tersebut.

Shanti berusaha memegang lengan pria itu, sementara tubuhnya bergetar dan
terlonjak dengan hebat akibat dorongan dan tarikan penis lelaki tersebut pada
kemaluannya, giginya bergemeletuk dan kepalanya menggeleng-geleng ke kiri kanan
di atas ranjang. Shanti mencoba memaksa kelopak matanya yang terasa berat untuk
membukanya sebentar dan melihat wajah lelaki itu yang sedang menatapnya, dengan
takjub. Shanti berusaha bernafas dan..

“Ooomm.., aahh.., oohh.., sshh”, erangnya sementara pria tersebut terus
menyetubuhinya dengan ganas.

Shanti sungguh tak kuasa untuk tidak merintih setiap kali Rahman menggerakkan
tubuhnya, gesekan demi gesekan di dinding liang vaginanya, sungguh membuatnya
melayang-layang dalam sensasi kenikmatan yang belum pernah dia alami. Setiap
kali Rahman menarik penisnya keluar, Shanti merasa seakan-akan sebagian dari
badannya turut terbawa keluar dari tubuhnya dan pada gilirannya Rahman menekan
masuk penisnya ke dalam vaginanya, maka clitoris Shanti terjepit pada batang
penis lelaki itu dan terdorong masuk kemudian tergesek-gesek dengan batang penis
lelaki tersebut yang berurat itu. Hal ini menimbulkan suatu perasaan geli yang
dahsyat, yang mengakibatkan seluruh badan Shanti menggeliat dan terlonjak,
sampai badannya tertekuk ke atas menahan sensasi kenikmatan yang tidak dapat
dilukiskan dengan kata-kata.

Lelaki tersebut terus menyetubuhi Shanti dengan cara itu. Sementara tangannya
yang lain tidak dibiarkan menganggur, dengan terus bermain-main pada bagian
vagina Tuti dan menarik-narik klitorisnya, sehingga membuatnya menggeliat-geliat
menahan nikmat. Shanti bisa melihat bagaimana batang penis yang hitam besar dari
lelaki itu keluar masuk ke dalam liang kemaluannya yang sempit. Shanti selalu
menahan nafas ketika benda itu menusuk ke dalamnya.

Kemaluannya hampir tidak dapat menampung ukuran penis Rahman yang super besar
itu. Shanti menghitung-hitung detik-detik yang berlalu, ia berharap lelaki itu
segera mencapai klimaksnya, namun harapannya itu tak kunjung terjadi. Ia
berusaha menggerakkan pinggulnya, akan tetapi paha, bokong dan kakinya mati rasa.
Tapi ia mencoba berusaha membuat lelaki itu segera mencapai klimaks dengan
memutar bokongnya, menjepitkan pahanya, akan tetapi Rahman terus menyetubuhinya
dan tidak juga mencapai klimaks.

Lalu tiba-tiba Shanti merasakan sesuatu yang aneh di dalam tubuhnya, rasanya
seperti ada kekuatan dahsyat pelan-pelan bangkit di dalamnya, perasaan yang
tidak diingininya, tidak dikenalnya, keinginan untuk membuat dirinya meledak
dalam kenikmatan. Shanti merasa dirinya seperti mulai tenggelam dalam genangan
air, dengan gleiser di dalam vaginanya yang siap untuk membuncah setinggi-tingginya.
Saat itu dia tahu dengan pasti, ia akan kehilangan kontrol, ia akan mengalami
orgasme yang luar biasa dahsyatnya.

Jari-jarinya dengan keras mencengkeram sprei ranjang, ia menggigit bibirnya, dan
kemudian terdengar erangan panjang keluar dari mulutnya yang mungil, “Oooh..,
ooh.., aahhmm.., sstthh!”.

Gadis ayu itu melengkungkan punggungnya, kedua pahanya mengejang serta menjepit
dengan kencang, menekuk ibu jari kakinya, membiarkan bokongnya naik-turun
berkali-kali, keseluruhan badannya berkelonjotan, menjerit serak dan.., akhirnya
larut dalam orgasme total yang dengan dahsyat melandanya, diikuti dengan suatu
kekosongan melanda dirinya dan keseluruhan tubuhnya merasakan lemas seakan-akan
seluruh tulangnya copot berantakan. Shanti terkulai lemas tak berdaya di atas
ranjang dengan kedua tangannya terentang dan pahanya terkangkang lebar-lebar
dimana penis hitam besar Rahman tetap terjepit di dalam liang vaginanya.

Selama proses orgasme yang dialami Shanti ini berlangsung, memberikan suatu
kenikmatan yang hebat yang dirasakan oleh Rahman, dimana penisnya yang masih
terbenam dan terjepit di dalam liang vagina Shanti dan merasakan suatu sensasi
luar biasa, batang penisnya serasa terbungkus dengan keras oleh sesuatu yang
lembut licin yang terasa mengurut-urut keseluruhan penisnya, terlebih-lebih pada
bagian kepala penisnya setiap terjadi kontraksi pada dinding vagina Shanti, yang
diakhiri dengan siraman cairan panas. Perasaan Rahman seakan-akan menggila
melihat Shanti yang begitu cantik dan ayu itu tergelatak pasrah tak berdaya di
hadapannya dengan kedua paha yang halus mulus terkangkang dan bibir kemaluan
yang kemerahan mungil itu menjepit dengan ketat batang penisnya yang hitam besar
itu.

Tidak sampai di situ, beberapa menit kemudian Rahman membalik tubuh Shanti yang
telah lemas itu hingga sekarang Shanti setengah berdiri tertelungkup di pinggir
ranjang dengan kaki terjurai ke lantai, sehingga posisi pantatnya menungging ke
arah lelaki tersebut. Kemudian Shanti merasakan Rahman menjilati liang anusnya
dari atas dan lidahnya menusuk-nusuk lubang itu dengan ganas. Shanti mengerang,
merintih, menjerit histeris karena gelombang orgasme melandanya tanpa ampun
membuat perutnya mulas. Payudara Shanti yang menggantung itu tidak didiamkan.
Segera saja Tuti tidur dibawah Shanti kemudian menyusu pada payudara gadis itu.
Gadis itu semakin merasakan nikmat yang tak terbayangkan.

Rahman melanjutkan kegiatannya itu dan sekarang dia melihat pantat gadis itu dan
bagian anus Shanti sudah basah dengan ludahnya, sementara dengan ibu jarinya
yang telah basah dengan ludah, mulai ditekan masuk ke dalam lobang anus Shanti
dan diputar-putar di sana. Shanti terus mengeliat-geliat dan mendesah.

“Jaannggaann jaannggaan.. Aaadduuhh.. Aadduuhh.. Saakiitt.. Saakiitt..!” akan
tetapi Rahman tidak menanggapinya dan terus melanjutkan kegiatannya.

Selang sesaat setelah merasa cukup membasahinya, Rahman sambil memegang dengan
tangan kiri penisnya yang telah tegang itu, menempatkan kepala penisnya tepat di
tengah liang masuk anus Shanti yang telah basah dan licin itu. Kemudian Rahman
membuka belahan pantat Shanti lebar-lebar.

“Aaaduhh, janggaann! Sakkiit! Aaammpuunn, aammppuunn! Aagkkh.., Sakiitt.. Mbaakk..”
Rahman mulai mendorong masuk, kemudian ia berhenti dan membiarkan kontol itu
terjepit dalam anus Shanti.
“Tahan Shan, nanti kamu akan keenakan” bisik Tuti.
“Memang pertama-tama sakit, tapi nanti akan enak, tahan yaa.. Sayang..!”

Sementara itu Shanti menjerit-jerit dan menggelepar-gelepar kesakitan. Segera
saja Tuti beralih ke klitoris gadis itu, lalu diemutnya klitoris gadis itu,
sementara tangannya ia gunakan untuk mengocok di vagina Shanti agar rasa
sakitnya hilang.

“Aduuh.. Sakkiit.. Oomm..” ketika kontol itu mulai masuk lagi anusnya.
“Tenang sayang nanti juga enggak sakit” jawab Rahman sambil terus melesakkan
bagian kontolnya kepalanya sudah seluruhnya masuk ke pantat Shanti.
“Aduuhh.. Sakiitt..” jerit Shanti.

Bersamaan dengan itu kontol Rahman amblas dalam lobang anusnya yang sempit.

“Tenang Shan, nanti enak deh.. Aku jadi ketagihan sekarang” kata Tuti sambil
mengelus rambut kemaluannya dan menggosok klitorisnya.
“Tuuh.. Kan sudah masuk tuh.. Enak kan nanti pantatmu juga terbiasa kok kayak
pantatku ini” kata Tuti.

Shanti diam saja. Ternyata sakit kalo dimasukan melalui anus, pikirnya. Rahman
mulai mengocok kontolnya di pantat Shanti.

“Pelan-pelan, Oomm.. Masih sakit” kata Shanti pada Rahman.
“Iya sayang enaakk.. Niihh.. Seempiitt..” kata Rahman.

Tuti yang berada di bawah sibuk menyedot klitorisnya dengan mulutnya dan
mengocok liang vaginanya dengan tangannya, sehingga membuat Shanti semakin
menggelinjang nikmat. Shanti meronta-ronta, sehingga semakin menambah gairah
Rahman untuk terus mengocok di anusnya. Shanti terus menjerit, ketika perlahan
seluruh penis hitam besar Rahman masuk ke anusnya.

“Aaauugghh..! Saakkiit..!” jerit Shanti ketika Rahman mulai bergerak pelan-pelan
keluar masuk anus Shanti.

Akhirnya dengan tubuh berkeringat menahan sakit, Shanti terkulai lemas
tertelungkup di atas badan Tuti kelelahan. Secara berirama Rahman menekan dan
menarik penisnya dari lobang anus Shanti, dimana setiap kali Rahman menekan ke
bawah, penisnya semakin terbenam ke dalam lobang anus gadis itu. Benar-benar
sangat menyesakkan melihat penis besar hitam itu keluar masuk di anus Shanti.
Terlihat kedua kaki Shanti yang terkangkang itu bergetar-getar lemah setiap kali
Rahman menekan masuk penisnya ke dalam lobang anusnya. Dalam kesakitan itu,
Shanti telah pasrah menerima perlakuan lelaki tersebut.

Tak lama kemudian mereka bertukar posisi, sekarang Rahman duduk melonjor di
ranjang dengan penisnya tetap berada dalam lobang anus Shanti, sehingga badan
Shanti tertidur terlentang di atas badan Rahman dengan kedua kakinya terpentang
lebar ditarik melebar oleh kedua kaki Rahman dari bawah dan Tuti mengambil
posisi di atas Shanti untuk menjilati vaginanya.

Tuti mulai mengocok tangannya keluar masuk kemaluan Shanti, yang sekarang
semakin basah saja, cairan pelumas yang keluar dari dalam kemaluan Shanti
mengalir ke bawah, sehingga membasahi dan melicinkan lobang anusnya, hal ini
membuat penis Rahman yang sedang bekerja pada lobang anusnya menjadi licin dan
lancar, sehingga dengan perlahan-lahan perasaan sakit yang dirasakan Shanti
berangsur-angsur hilang diganti dengan perasaan nikmat yang merambat ke seluruh
badannya.

Shanti mulai dapat menikmati penis besar laki-laki tersebut yang sedang
menggarap lobang anusnya. Perlahan-lahan perasaan nikmat yang dirasakannya
melingkupi segenap kesadarannya, menjalar dengan deras tak terbendung seperti
air terjun yang tumpah deras ke dalam danau penampungan, menimbulkan getaran
hebat pada seluruh bagian tubuhnya, tak terkendali dan meletup menjadi suatu
orgasme yang spektakuler melandanya. Setelah itu badannya terkulai lemas, Shanti
terlentang pasrah seakan-akan pingsan dengan kedua matanya terkatup.

Melihat keadaan Shanti itu semakin membangkitkan nafsu Rahman, lelaki tersebut
menjadi sangat kasar dan kedua tangan Rahman memegang pinggul Shanti dan lelaki
tersebut menarik pinggulnya keras-keras ke belakang dan “Aduuh.. Aaauugghh..!”
keluh Shanti merasakan seakan-akan anusnya terbelah dua diterobos penis laki-laki
itu yang besar itu. Kedua mata Shanti terbelalak, kakinya menggelepar-gelepar
dengan kuatnya diikuti badannya yang meliuk-liuk menahan gempuran penis Rahman
pada anusnya.

Dengan buasnya Rahman menggerakkan penisnya keatas bawah dengan cepat dan keras,
sehingga penisnya keluar masuk pada anus Shanti yang sempit itu. Rahman merasa
penisnya seperti dijepit dan dipijit-pijit sedangkan Shanti merasakan penis
lelaki tersebut seakan-akan sampai pada dadanya, mengaduk-aduk di dalamnya, di
samping itu suatu perasaan yang sangat aneh mulai terasa menjalar dari bagian
bawah tubuhnya bersumber dari anusnya, terus ke seluruh badannya terasa sampai
pada ujung-ujung jari-jarinya. Shanti tidak bisa menggambarkan perasaan yang
sedang menyelimutinya, akan tetapi badannya kembali serasa mulai melayang-layang
dan suatu perasaan nikmat yang tidak dapat dilukiskan terasa menyelimuti seluruh
badannya.

Hal yang dapat dilakukannya pada saat itu hanya mengerang-erang, “Aaahh.. Ssshh
oouusshh!” sampai suatu saat perasaan nikmatnya itu tidak dapat dikendalikan
lagi serasa menjalar dan menguasai seluruh tubuhnya dan tiba-tiba meledak
membajiri keluar berupa suatu orgasme yang dasyat yang mengakibatkan seluruh
tubuhnya bergetar tak terkendali disertai tangannya yang menggapai-gapai seakan-akan
orang yang mau tenggelam mencari pegangan. Kedua kakinya berkelejotan.

Dari mulut Shanti keluar suatu erangan, “Aaaduhh.. Laagii.. Laagii.. Oohh..
Ooohh..” Hal ini berlangsung kurang lebih 20 detik terus menerus.

Sementara itu lelaki itu terus melakukan aktivitasnya, dengan memompa penisnya
keluar masuk anus. Tuti yang sedari tadi mengocok kemaluan gadis itu menjadi
sangat terangsang melihat ekspresi muka Shanti dan tiba-tiba Tuti merasakan
bagian dalam vagina Shanti mulai bergerak-gerak melakukan pijitan-pijitan kuat
pada jari-jarinya.

Gerakan kaki Shanti disertai goyangan pinggulnya mendatangkan suatu kenikmatan
pada penis lelaki tersebut, terasa seperti diurut-urut dan diputar-putar.

Tiba-tiba Rahman merasakan sesuatu gelombang yang melanda dari di dalam tubuhnya,
mencari jalan keluar melalui penisnya yang besar itu, dan terasa suatu ledakan
yang tiba-tiba mendorong keluar, sehingga penisnya terasa membengkak seakan-akan
mau pecah dan..

“Aaaduuh..!” secara tidak sadar tangannya mencengkram erat badan Shanti dan
pinggul Rahman terangkat ke atas, pinggulnya mendorong masuk penis terbenam
habis ke dalam lobang anus Shanti, sambil menyemburkan cairan kental panas ke
dalam lobang anus gadis itu.

Menerima semburan cairan kental panas pada lobang anusnya, Shanti merasakan
suatu sensasi yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, hanya reaksi
badannya yang bergetar-getar dan ekspresi mukanya yang seakan-akan merasakan
suatu kengiluan yang tak terbayangkan, diikuti badannya yang tergolek lemas,
tanpa dapat bergerak. Shanti terlena oleh kedahsyatan orgasme yang dialami dan
diterimanya dari mereka berdua.